Saturday, July 30, 2011

Berapa banyak?

Berapa banyak seorang ayah ketika pulang dan mendapati rumah yang rapi, lantai bersih, anak-anak semua sudah berdandan cantik, makanan enak terhidang, teh manis hangat mengepulkan asap, dan sang istri sudah cantik dan wangi, kemudian ia berbisik pada istrinya, "Subhanallah, apa yang telah mama lewati hari ini?"

Sang istri pun menjawab, "Pagi mama mengantar kakak sekolah sambil menggendong adik, lalu masak dan membersihkan rumah. Hari ini alhamdulillah mama menyapu cuma 5 kali dan menggepel 2 kali. Mengganti seprei kamar karena adik menumpahkan susu. Sambil ngajak main adik, mama mencuci dan menyetrika pakaian seragam kakak dan ayah untuk besok. Siang menjemput kakak, menyuapi adik, dan menidurkan. Oh, ya. Tadi kakak dan adik sempat bertengkar berebut mainan, semua mainan dilempar-lempar, alhamdulillah mama bisa mendamaikan dan merapikan mainannya lagi. Ah, iya mama lupa cerita, keran air td sempat bocor, mama bongkar-bongkar tempat toolbox ayah, udah mama perbaiki sebisanya. Maaf ya yah, kalau harus nunggu ayah keburu airnya banjir."

Ayah membelai rambut mama, "Alhamdulillaah, terima kasih ya ma. Maafkan ayah tidak bisa banyak membantu."

Atau berapa banyak seorang ayah yang ketika pulang mendapati rumah yang agak berantakan. Kursi yang berserakan karena dipakai main kereta-keretaan, lantai yang masih ada sedikit tumpahan coklat, atau adik yang baru saja mengompol, dan mama yang bahkan belum sempat menyisir rambut dan baru sempat memasak air untuk kopi, ayah menggerutu , "Mama seharian ngapain aja sih. Kan cuma di rumah?"

Sang istri pun tak kalah sengitnya, "Mama sudah seharian capek ngurus rumah, yah. Jangan dikira cuma enak-enakan saja. Apa mau gantian, mama yang ngantor dan ayah di rumah ngurus anak-anak? Biar mama tiap hari bisa tetap dandan cantik. Biar ayah bisa menghargai kerja keras mama di rumah!"

Atau untuk istri yang bekerja, ayah melayangkan protes kelelakiannya, "Mama boleh aja kerja asal urusan rumah tetap 100%. Kalau biasanya ada kopi ya harus tetep ada. Anak-anak juga musti beres semua."

Sang istri pun bisa menyanggah, "Ayah, mama kan bukan pembantu, urusan pekerjaan rumah mustinya kewajiban ayah menyediakan. Anak-anak juga bukan urusan mama sendiri. Itu kan anak berdua? Lagian hasil kerja mama tetap juga ayah nikmati bersama anak-anak. Kalau ada tidak beresnya sedikit, ya harap maklum dong."

PILIHAN

Seorang teman, dokter, menelepon dari seberang sana dengan sebuah isakan.

"Mbak, mulai hari ini dan seterusnya aku tidak masuk kantor. Tidak boleh bekerja sama suami."

"Oh,  diminta buka praktek aja di rumah?"

"Nggak..."

"Jadi? Aktivitas apa di rumah?"

"Ngurus rumah dan ngasuh anak." Isaknya makin kencang.

"Ibu bagaimana?"

"Ibu saya marah dan shock...." Isaknya sungguh tak tertahankan.

Saya teringat ibunya yang bercerita harus berkeringat darah untuk keberhasilan kuliah anak-anaknya. Hanya dari keluarga sederhana, tapi kelima anaknya semua lulus kuliah di universitas terkemuka. Dokter, Dokter gigi, Spesialis, Sarjana Tekhnik. Ibu bercerita bahkan beliau harus memutar akal supaya bisa cukup untuk makan. Ketika membuat telur dadar, beliau mencampurnya dengan beberapa sendok terigu, supaya dadarnya jadi besar dan cukup untuk semua orang.

"Sudah berdiskusi dengan suami? Mungkin dia hanya minta supaya rumah lebih terurus?"

"Kurang apa saya, mbak. Suami wirasawasta, pulangnya selalu di atas tengah malam. Setiap hari saya mengurus rumah sendiri. Pagi setelah subuh dia tidur lagi. Saya sudah siapkan sarapan dan makan siang di meja. Anak-anak saya mandikan sendiri, lalu sambil berangkat kantor saya bawa anak-anak naik becak dan saya titipkan di rumah ibu. Suami biasanya bangun siang, mungkin dia marah karena tidak ketemu istri dan anak-anaknya. Jam 1 siang ketika saya pulang kantor dan menjemput anak-anak, dia sudah pergi bekerja lagi sampai tengah malam. Saya tidak punya kesempatan bicara, dia memutuskan saya harus berhenti bekerja."

"Mungkin ini hanya masalah komunikasi. Karena bertahun-tahun kalian terpisah jarak. Dan baru beberapa bulan mulai kelahiran si kecil kalian bisa berkumpul bersama. Wow, saya sudah berkumpul bersama 12 tahun. Masalah pasti ada, jungkir balik sudah biasa. Dulu saya harus punya anak sambil kuliah, pindah-pindah kontrakan, dll. Semua musti diselesaikan berdua. Setiap pilihan pasti punya konsekuensinya. Dan itu ditanggung bersama. Mungkin kalian berdua perlu banyak silaturrahim dan banyak melihat kehidupan rumah tangga orang lain untuk menjadi sebuah pembelajaran. Ikhlaskanlah, semoga semua ada hikmahnya."

"Terima kasih, mbak."

Saya hanya berdo'a, semoga keputusan itu bukan hanya dilandasi egoisme seorang suami. Semoga pilihan itu benar-benar atas dasar keikhlasan seorang istri. Dan semoga sang ibu, bersih niatnya ketika mendidik anak-anaknya dengan pendidikan setinggi-tingginya. Dan semoga semua berbalas dengan sebuah kebaikan bagi semua. Amien.

No comments:

Post a Comment

LOGO IDI

LOGO IDI

LOGO PEMDA GRESIK

LOGO PEMDA GRESIK