Friday, March 11, 2011

Catatan Haji : Ikan Asin dan Serundeng


Namanya lidah orang Indonesia, soal selera nomor satu. Biarpun sudah di negeri orang dengan berbagai menu yang aduhai, tetap saja si lidah lebih senang dengan citarasa Indonesia yang 'berasa' dan 'beraroma'.

Karena itu dua koper untuk haji akhirnya terbagi dua. Satu koper diisi dengan bekal pakaian, perlengkapan pribadi, dll. Nah yang koper berikutnya khusus diisi dengan makanan, mi instan, kerupuk, sambal pecel, sambal bajak, serundeng kelapa, kecap, abon, dan tidak lupa ikan asin. 

Soal Ikan Asin, jauh-jauh hari Pimpinan Ponpes Maskumambang, KH Nadjih Ahjad, yang membina Jama'ah Maskumambang sudah memberi 'tausiyah'.

"Kalau di sana (Mekkah,red), nggak ada yang paling nikmat dan lezat kecuali ikan asin. Jama'ah Maskumambang yang dulu-dulu saya pimpin selalu membawa ikan asin. Subhanallah, kalau sudah waktunya masak, aroma ikan asin yang lezat akan memenuhi maktab. Dimakan dengan nasi hangat sama sambal saja sudah nikmat luar biasa."

Jadilah, satu rombongan JM rata-rata membawa ikan asin dengan berbagai model. Maksudnya jenis ikannya berbeda-beda. Tetap saja namanya ikan asin karena diawetkan dengan cara pengasinan. Ada yang lebar-lebar, ada yang kecil-kecil mirip ikan teri, ada yang pipih-pipih dan crunchy, dan ada ikan layur yang panjang mirip pedang.

Obat Kangen


Saya sebenarnya bukan pecinta ikan asin. Rasanya lebih nyaman menghidangkan ikan segar daripada ikan asin. Apalagi dibayangi hantu yang namanya Hipertensi. Tapi kali ini saya tetap saja membawa ikan asin pemberian teman. Yah, hitung-hitung menuruti 'nasihat' Pak Kyai. Siapa tahu membawa berkah, kan.

Sampai hampir seminggu di Mekkah, ikan asin belum keluar dari koper.Menu nasi goreng (ala arab), roti chane, kari, ayam goreng, bakso si doel, sardin tuna (dari jepang), dan menu-menu serba daging lama-lama jadi 'membosankan'. Ada juga sih penjual menu Indonesia di jalan-jalan. Tapi karena pernah mencoba beli ternyata masakannya hampir basi, akhirnya jera juga. Pinginnya masakan yang sangat 'Indonesia'.


Ikan asin akhirnya keluar juga bersama sambal bajak. Ternyata acara masak bersama dengan ibu-ibu rombongan lain jadi mengasyikkan.


"Jeng ini ikan asin mana ya, tipis dan kriuk-kriuk, enak banget"
"Ini dari Paciran, bu"
"Saya punya yang kecil-kecil jeng, sudah mateng, monggo dicoba"
"Ini ikan asin saya kok asin banget ya, bu"
"Sebelum masak direndam air dulu jeng biar asinnya kurang"
"Oh gitu ya, makasih bu. Ini saya punya sambal bajak"
"Iya nih, saya juga bawa sambel terasi, silakan"


Berkah ikan asin membawa keakraban dengan jama'ah lain. Disamping itu rasanya pun jadi luar biasa. Ditambah sambal dan nasi hangat. Makan bersama di atas tikar dan saling bertukar ikan asin. Hmmmm, nikmat sekali. Lidah yang hambar karena bumbu masakan ala Arab, jadi berselera kembali. Rasa kangen Indonesia pun terobati. Benar kata Pak Kyai!

Serundeng Penyelamat

Sewaktu di Madinah, jama'ah tidak perlu memasak makanan sendiri karena disediakan katering 2 kali sehari. Alasannya karena masa ziarah ke Madinatul Munawwaroh ini adalah untuk mengejar sholat Arba'in. Meskipun menurut Pak Kyai Nadjih Ahjad dasar haditsnya lemah, toh pemerintah harus memfasilitasinya bukan. Jangan sampai jama'ah diributkan acara memasak sampai ketinggalan sholat Arba'in.

Kemasan kateringnya rapi dan bersih. Soal porsi jangan ditanya lagi, potongan daging yang super besar plus nasi yang munjung-munjung. Kalau soal rasa lain lagi. Pokoknya ada nasi, sayur buncis dan wortel yang dibumbu bawang dan garam, sambal tomat encer, dan daging berbumbu kecap plus buah segar.

Variasi masakan dari hari ke hari tidak terlalu jauh berbeda, atau mungkin sama saja, saya tidak bisa membedakan lagi. Asalkan masuk ke perut dan mengenyangkan, Alhamdulillah.

Beberapa orang-orang tua dari desa bahkan hanya makan dengan ikan asin sisa stok yang masih terbawa ke Madinah. Untunglah ada penyelamat selera yang kedua yaitu Serundeng Kelapa.

Berbumbu kuning dan sedikit chrunchy. Biar tidak mudah tengik, sebelum masuk toples sudah dijemur sebentar untuk menghilangkan minyak. Setiap kali makan cukup taburi beberapa sendok serundeng di nasi hangat, hmmmm ...  selera pun bangkit kembali. Lidah orang Indonesia.

No comments:

Post a Comment

LOGO IDI

LOGO IDI

LOGO PEMDA GRESIK

LOGO PEMDA GRESIK