Dalam sebuah forum pelatihan dokter di tingkat propinsi Jatim, saya bertanya (atau sesungguhnya menggugat) pada narasumber dari Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Timur yang membidangi program ASI Eksklusif.
"ASI Eksklusif sudah sekian lama diprogramkan olah Depkes dengan target yang demikian fantastis, 80%, dan selama ini di atas kertas target itu selalu terlampaui. Tetapi kalau kita bertanya dalam forum ini saja. Berapa banyak dari dokter atau istri dokter yang hadir di sini yang bisa menjalankan ASI Eksklusif? belum lagi kalau kita bertanya pada seluruh pegawai wanita di kantor Dinas Kesehatan di Propinsi maupun di Kabupaten/Kota. Pemerintah tidak memberikan dukungan dan fasilitas bahkan bagi pegawainya sendiri, bagaimana pemerintah bisa memaksa ibu-ibu lain untuk ASI Eksklusif?
Lihat saja, lama cuti bagi pegawai wanita yang melahirkan hanya 3 bulan sudah termasuk pra lahir dan hanya untuk 2 kelahiran pertama. Tidak ada fasilitas apapun di kantor pemerintah bahkan di kantor Dinas Kesehatan yang memungkinkan pegawai wanita dapat memberikan ASI nya selama jam kerja. Jadi kita ini sebagai dokter pemerintah diperintahkan untuk menyukseskan program ASI Eksklusif sementara kita sendiri tidak bisa menjalankannya. Sungguh Ironis"
Dalam forum itu semua tercenung, termasuk si Bapak narasumber yang barangkali istrinya pun sebagai pegawai tidak memberikan ASI Eksklusif.
Dari pengalaman saya sendiri, anak pertama yang lahir saat saya masih kuliah, mendapatkan ASI Eksklusif 4 bulan penuh (saat itu programnya masih 4 bln) karena masa cuti yang bisa diatur sendiri. Anak kedua bisa 6 bulan penuh, setelah itu tambahan susu formula sedikit saja sampai menyapih sendiri di usia 1 thn. Saat itu adalah masa jeda lulus kuliah hingga bekerja paruh waktu di sore hari. Jusru ketika anak ketiga lahir, dan saya sudah menjadi pegawai Dinas Kesehatan, akibat aturan cuti dan jauhnya jarak dari rumah ke tempat kerja (50 km dg kendaraan umum) maka saya harus menangis darah karena praktis anak lebih banyak mengkonsumsi susu formula.
Memang cukup banyak tips-tips untuk ibu bekerja agar bisa memberikan ASInya meskipun bekerja, dengan ASI perah misalnya. Akan tetapi saya selalu berpikir bukan itu esensi dari proses 'MENYUSUI'. Anak tidak cukup hanya menikmati fisik Air Susu-nya saja dengan cara yang hambar dan tawar. Kedekatan emosi dan kasih sayang selama proses menyusui akan lebih berharga bagi anak. Belum lagi hak pengasuhan anak yang tentu saja berbeda apabila kita menyerahkan pada orang lain. Saya merasakan, ketika lebih banyak kebutuhan fisik misalnya merawat, memandikan, menyuapi, menggendong, masih bisa kita serahkan pada 'khadimat'. Akan tetapi ketika sudah belajar komunikasi, memahami, bertanya, dan meminta perhatian, maka sentuhan ibu sungguh tak tergantikan.
Saya sendiri sudah pada tahap tidak menggunakan jasa 'khadimat' setelah anak-anak lepas dari usia batita-nya. Mereka sudah lebih banyak bertanya, mereka sudah lebih kritis, mereka sudah lebih membutuhkan sentuhan pendidikan yang berbasis kasih sayang dan pola pendidikan yang tidak membatasi seluruh potensinya. Penanaman Aqidah dengan cara yang benar, pola pembiasaan pada aspek ibadah. Tidak lagi ditakuti dengan surga-neraka yang hanya akan membuatnya beribadah karena faktor keterpaksaan. Maka ibu cerdas mana yang bisa digantikan oleh khadimat?
Akhirnya ada sebuah rencana besar yang saya dan suami sepakati bersama. Untuk kelahiran anak berikutnya, saya memang tidak harus mengundurkan diri dari pekerjaan. Tetapi saya akan mengajukan Cuti Diluar Tanggungan Negara dengan alasan 'memberikan ASI Eksklusif dan memenuhi hak pengasuhan anak'. Betapa ironisnya, seorang pegawai Dinas Kesehatan yang menggembar-gemborkan program ASI Eksklusif, harus mengambil cuti di luar tanggungan negara (Tanpa menerima gaji) untuk bisa menjalankan programnya sendiri.
menarik bu.kita memang kadang tau teori tapi minim praktek.saya sendiri sejak sebelum menikah sudah penuh dengan teori pendidikan anak karena bekerja di media parenting.tapi ketika punya anak, Subhanallah,sulitnya menyesuaikan diri dan menerapkan trik-trik mendidik anak.
ReplyDeleteya betul bu
ReplyDelete@bundaananda yah, mungkin dengan sharing dan berbagi cerita antar ibu kita diberi Allah jalan untuk menjadi ibu terbaik. Amin
ReplyDelete