Haris memberi kesimpulan bahwa kedua kakaknya adalah pemarah.
"Ah.. semua anak Umi hampir sama kok sifatnya, ekspresif " Umi memulai bedside talk malam itu di kamar anak-anak sambil mengoleskan salep anti gatal ke kaki Hasan si nomor dua.
"Tapi aku nggak gitu Umi, kalau di depan Karin... soalnya aku cintaaa... hihihihi.... " Hasan mengembangkan senyum dengan bahasa tubuh seperti ABG yang salah tingkah.
Tak urung Umi tersedak sedikit tapi segera tersenyum menguasai diri. Karin si gadis manis teman sekelas Hasan dulu di kelas 2. Tapi mereka sekarang masih kelas 3! Kalau saja ungkapan itu keluar dari anak SMP mungkin respon umi tidak tersedak seperti ini...... tapi.... langsung sesak nafas.... ahahaha....
"Ow, jadi Hasan nggak ekspresif kalau di depan Karin?" Umi bertanya menggoda.
"Hihihihi... iya aku diam nggak bisa bergerak ... aku terpana ...soalnya malu.... soalnya nanti kan mau jadi istriku... hihihi... "
Jawaban yang menggelitik jantung Umi.
"Wah kebetulan nih, kalau Hasan main game dan nggak mau berhenti.. Umi panggilkan Karin aja aahh.." Umi masih berlagak menggoda.
"Aaaaa, jangaaaaannn .... nanti aku maluuu..." Hasan mengatupkan bantalnya dan bergoyang-goyang salah tingkah.
"Kalau aku, sama teman perempuanku.... minus.. alias benci..." si sulung Hanif mengeluarkan pernyataan. Belum sempat Umi menanggapi, Hasan telah bertanya ke si kecil Haris.
"Kalau kamu Ris, kamu cinta siapa?"
"Eeee.... kalau aku... " mata bundarnya berputar-putar berpikir keras.
"Naura kan sudah meninggal, jadi aku sekarang sama Fatimah dan Bita saja... "
"Haaa.... dua??"
Tak urung, Umi pun terkikik-kikik. Umi tahu Haris seperti biasa, tidak mau kalah dari kakaknya.
"Hai anak-anak. Tahu nggak, Umi punya rahasia .... ini rahasia ya." Umi sedikit berbisik dan mencondongkan badannya ke dekat anak-anak yang berbaring di bantalnya masing-masing. Single bed buat kakak sulung, dan double bed buat dua adik. Anak-anak bersiap menyimak.
"Dulu ketika Umi masih SD seperti kalian, Umi juga suka sama kakak kelas Umi. Soalnya dia pinter banget. Mungkin anak-anak perempuan kelas 3 atau 4 di sekolah Mas Hanif juga suka sama Mas Hanif. 'Waaaaaah, itu lho mas Hanif sudah pinter.. pakai kaca mata lagi...'. Tapi kakak kelas Umi yang dulu Umi sukai sekarang nggak menikah sama Umi tuh.... Jadi ya nggak apa-apa kalau kalian suka dan berteman. Belum tentu juga nanti jadi istri kalian. Cuma awas... jangan mengganggu anak perempuan, oke?"
-------------------------------------------------------
Abi masih belum tertidur. Umi menceritakan percakapan dengan anak-anak. Abi pun terkikik-kikik.
"Jadi Abi, gimana ya, masak iya anak kelas 3 seperti Hasan itu jatuh cinta?" roman muka Umi sedikit khawatir. Abi kan laki-laki dan pernah melewati masa kecil juga. Dan lagi itu kan anak Abi, jangan-jangan sifat warisan lagi. Wah.
"Aduh Umi, Cinta Monyet lah. Anak-anak tidak berfikir sejauh itu kok. Jangan samakan dengan cara berfikir kita orang dewasa. Secara hormon kan juga belum baligh. Itu hanya bentuk eksplorasi saja, tapi Abi yakin dia tidak berfikir yang macam-macam."
"Waktu kecil Abi seperti itu juga?"
"Mmmm... bentuk eksplorasi kan macam-macam, sesuai jaman dan stimulus. Anak jaman dulu kan pemalu dan nggak ekspresif seperti anak sekarang. Paling-paling ya diolok-olok dan dipasang-pasangkan sama teman padahal nggak tahu maksudnya juga."
"Iya sih ya, biasanya suka karena pinternya atau karena baiknya, sebatas gitu aja."
"Dan lagi masih mending anak kita berfikirnya menikah, bukan berfikir pacaran trus melakukan hal-hal memalukan."
"Hmm betul juga." Umi beranjak akan turun ketika tangan Abi menahannya.
"Eits.. tunggu dulu. Ngomong-ngomong yang kakak kelas Umi itu yang mana sih? Namanya siapa?" Mata Abi mengerlip penasaran.\
"Yaaa...... katanya Cinta Monyeeet... gimana sih" Umipun tersenyum dan ngeloyor pergi.
"Ah.. semua anak Umi hampir sama kok sifatnya, ekspresif " Umi memulai bedside talk malam itu di kamar anak-anak sambil mengoleskan salep anti gatal ke kaki Hasan si nomor dua.
"Tapi aku nggak gitu Umi, kalau di depan Karin... soalnya aku cintaaa... hihihihi.... " Hasan mengembangkan senyum dengan bahasa tubuh seperti ABG yang salah tingkah.
Tak urung Umi tersedak sedikit tapi segera tersenyum menguasai diri. Karin si gadis manis teman sekelas Hasan dulu di kelas 2. Tapi mereka sekarang masih kelas 3! Kalau saja ungkapan itu keluar dari anak SMP mungkin respon umi tidak tersedak seperti ini...... tapi.... langsung sesak nafas.... ahahaha....
"Ow, jadi Hasan nggak ekspresif kalau di depan Karin?" Umi bertanya menggoda.
"Hihihihi... iya aku diam nggak bisa bergerak ... aku terpana ...soalnya malu.... soalnya nanti kan mau jadi istriku... hihihi... "
Jawaban yang menggelitik jantung Umi.
"Wah kebetulan nih, kalau Hasan main game dan nggak mau berhenti.. Umi panggilkan Karin aja aahh.." Umi masih berlagak menggoda.
"Aaaaa, jangaaaaannn .... nanti aku maluuu..." Hasan mengatupkan bantalnya dan bergoyang-goyang salah tingkah.
"Kalau aku, sama teman perempuanku.... minus.. alias benci..." si sulung Hanif mengeluarkan pernyataan. Belum sempat Umi menanggapi, Hasan telah bertanya ke si kecil Haris.
"Kalau kamu Ris, kamu cinta siapa?"
"Eeee.... kalau aku... " mata bundarnya berputar-putar berpikir keras.
"Naura kan sudah meninggal, jadi aku sekarang sama Fatimah dan Bita saja... "
"Haaa.... dua??"
Tak urung, Umi pun terkikik-kikik. Umi tahu Haris seperti biasa, tidak mau kalah dari kakaknya.
"Hai anak-anak. Tahu nggak, Umi punya rahasia .... ini rahasia ya." Umi sedikit berbisik dan mencondongkan badannya ke dekat anak-anak yang berbaring di bantalnya masing-masing. Single bed buat kakak sulung, dan double bed buat dua adik. Anak-anak bersiap menyimak.
"Dulu ketika Umi masih SD seperti kalian, Umi juga suka sama kakak kelas Umi. Soalnya dia pinter banget. Mungkin anak-anak perempuan kelas 3 atau 4 di sekolah Mas Hanif juga suka sama Mas Hanif. 'Waaaaaah, itu lho mas Hanif sudah pinter.. pakai kaca mata lagi...'. Tapi kakak kelas Umi yang dulu Umi sukai sekarang nggak menikah sama Umi tuh.... Jadi ya nggak apa-apa kalau kalian suka dan berteman. Belum tentu juga nanti jadi istri kalian. Cuma awas... jangan mengganggu anak perempuan, oke?"
-------------------------------------------------------
Abi masih belum tertidur. Umi menceritakan percakapan dengan anak-anak. Abi pun terkikik-kikik.
"Jadi Abi, gimana ya, masak iya anak kelas 3 seperti Hasan itu jatuh cinta?" roman muka Umi sedikit khawatir. Abi kan laki-laki dan pernah melewati masa kecil juga. Dan lagi itu kan anak Abi, jangan-jangan sifat warisan lagi. Wah.
"Aduh Umi, Cinta Monyet lah. Anak-anak tidak berfikir sejauh itu kok. Jangan samakan dengan cara berfikir kita orang dewasa. Secara hormon kan juga belum baligh. Itu hanya bentuk eksplorasi saja, tapi Abi yakin dia tidak berfikir yang macam-macam."
"Waktu kecil Abi seperti itu juga?"
"Mmmm... bentuk eksplorasi kan macam-macam, sesuai jaman dan stimulus. Anak jaman dulu kan pemalu dan nggak ekspresif seperti anak sekarang. Paling-paling ya diolok-olok dan dipasang-pasangkan sama teman padahal nggak tahu maksudnya juga."
"Iya sih ya, biasanya suka karena pinternya atau karena baiknya, sebatas gitu aja."
"Dan lagi masih mending anak kita berfikirnya menikah, bukan berfikir pacaran trus melakukan hal-hal memalukan."
"Hmm betul juga." Umi beranjak akan turun ketika tangan Abi menahannya.
"Eits.. tunggu dulu. Ngomong-ngomong yang kakak kelas Umi itu yang mana sih? Namanya siapa?" Mata Abi mengerlip penasaran.\
"Yaaa...... katanya Cinta Monyeeet... gimana sih" Umipun tersenyum dan ngeloyor pergi.
No comments:
Post a Comment