"Bapak dan Ibu Jama'ah, nanti malam kita semua berkumpul di Masjid Nabawi ba'da Isya'. Tempatnya di bagian belakang, di bawah kubah hijau. Selanjutnya setiap malam kita akan bertemu di sana. Terima kasih"
Demikian pengumuman dari ketua rombongan kami sekaligus ustadz pembimbing.
Ba'da Isya' kami tidak langsung kembali ke maktab. Kami menuju bagian belakang Masjid Nabawi. Di sana terhampar pelataran yang luas sehingga kami dengan leluasa mencari tempat lesehan dan berkumpul. Kubah Hijau terlihat jelas di atas kepala kami lengkap dengan lampu-lampu yang menghiasinya.
Masjid Nabawi memang luar biasa indah. Bentuk pintu yang mewah, pilar-pilar dengan aliran hawa sejuk atau hangat, kubah yang bisa bergeser otomatis, payung-payung yang membuka dan menutup sendiri, dan tiang-tiang lampu yang terukir indah. Di malam hari, kecuali musim dingin ketika suhu tiba-tiba berubah membekukan, semua gemerlap itu semakin indah.
Apakah hanya keindahan itu yang kami dapatkan disini? Kebanyakan jama'ah mengejar Arba'in yaitu sholat berjama'ah 40 waktu di masjid ini, meskipun ada yang mengatakan dasar haditsnya lemah. Selain itu berdo'a di Roudhoh dan ziarah ke makam Nabi (hanya untuk kaum lelaki).
Nah, di bawah kubah hijau itulah setiap malam kami menapak tilasi arti dan keberadaan masjid mulia ini.
Dahulu masjid inilah yang pertama didirikan Nabi ketika sampai di kota Madinah mengendarai unta beliau yang bernama Qoswa. Tentu saja saat itu ukurannya tidaklah sebesar sekarang. Di sebelah masjid dibangunlah rumah Nabi. Ruangan di bawah kubah hijau itulah rumah Nabi bersama Aisyah. Di rumah atau kamar itulah beliau wafat dan dimakamkan. Ketika Abu Bakar meninggal, beliau dimakamkan di sisi Nabi, selain karena wasiat juga karena beliau adalah ayahanda dari Aisyah. Jadilah beliau dimakamkan di kamar Aisyah itu pula.
Sedangkan Umar Bin Khattab dimakamkan di luar kamar Aisyah tetapi masih berdekatan dengan makam Nabi dan Abu Bakar r.a.
Rumah-rumah istri Nabi yang lain berjajar-jajar berdekatan dengan rumah Aisyah. Seiring perluasan masjid maka-maka rumah-rumah itupun masuk ke dalam kompleks masjid.
Sekarang kamar itu dibatasi tembok tebal dengan dinding berlapis permadani hijau dan hiasan warna emas (atau emas asli?).
Pusat Kota Madinah dulu kira-kira hanya seluas kompleks Masjid yang sekarang. Aktivitas terpusat di masjid dan sekitarnya. Perangkat sebuah kota ada di sana. Sebelah selatan adalah pasar Madinah sampai sekarang tetap jadi pasar dan pusat pertokoan, sedangkan di sebelah timur adalah kompleks pemakaman umum Baqi' yaitu tempat dimana penduduk Madinah dimakamkan. Termasuk istri Nabi yaitu Aisyah r.a, Putri Nabi Fathimah r.a dan beberapa sahabat-sahabat beliau.
Kami menikmati cerita sejarah tentang dibangunnya Masjid Nabawi ini sekaligus sebagai pusat pemerintahan dan kekhalifahan Internasional yang merupakan tonggak sejarah kebangkitan kaum Muslimin. Padahal awalnya masjid ini dibangun hanya bertiang pohon kurma beratapkan daun kurma juga.
Kami menikmati kisah persaudaraan Muhajirin-Anshar sampai akhirnya tiba saatnya Fathul Makkah yaitu penaklukan kota Mekkah.
Semua kisah yang biasanya cuma kita baca atau kita dengarkan di kelas-kelas, terasa hidup dan berkesan ketika diceritakan di tempat aslinya. Kami pun langsung mengunjungi tempat-tempatnya, berziarah di makam Baqi' (tentu saja hanya untuk kaum lelaki), termasuk menyusuri pasar Nabawi yang meriah untuk alasan napak tilas sekaligus berbelanja... he... he....
Tampaklah bahwa saat membangun Kota Madinah ini dulu, Nabi selain memperhatikan politik pemerintahan juga mempersiapkan sendi perekonomian. Sampai sekarang berapa omzet yang beredar di pasar itu? Barangkali seperti Pasar Tanah Abang, ya.
No comments:
Post a Comment