Jangan percaya mimpi! Takhayul!
Doktrin yang bertahun-tahun saya terima di keluarga yang notabene sangat anti dengan penyakit TBC (Takhayul, Bid'ah dan Churafat).
Tapi kalau mimpinya datang hampir setiap hari dengan tema yang sama, gimana dong? Mikir juga kan.
"Nggak berdo'a mungkin" kata suami ketika akhirnya aku bercerita.
"Udah kok"
"Yah, mungkin cuma bunga tidur."
"Emang tidur ada bunganya?" nyengir karena nggak dapat dukungan.
"Mimpinya apaan sih." suami penasaran juga.
"Aku selalu mimpinya tentang rumah. Kadang rumah besar bertingkat, kadang rumah kayu sederhana tapi bersih dan rapi, kadang rumah dengan pekarangan yang luas. Pokoknya rumah yang rasanya aku senang dan nyaman di dalamnya."
"Oh, pengen beli rumah baru, kali... yang lebih gede." suami menanggapi sekenanya.
"Iiih... apaan" kucubit ia sekenanya pula.
"Rumah ini jerih payah kita, rumah kenangan. Nggak ada kepikiran mau pindah ke rumah yang lain."
"Lha teruus.... "
"Masalahnya mas, rumah dalam mimpiku memang indah tapi selalu belum sempurna. Kadang pagarnya yang belum jadi, kadang dapurnya yang masih darurat, kadang pintunya, dan lain-lain. Apa ya, artinya?" ujarku menerawang.
"Hussh.. sudah.. jangan dipikir."
Dan begitulah akhirnya suami memutuskan, dan membuat saya tidak lagi bercerita. Kalau dini hari saya terbangun dan termangu-mangu sejenak, pasti ia hanya berkata ...'mimpi lagi, ya' dan saya pun cuma mengangguk... 'he eh' .... hingga berjalan hampir satu tahun.
HAJI ...
Mimpi yang sama yang terjadi di Mekkah sebelum waktunya prosesi haji tiba, memaksa saya (yang penasaran) bertanya pada ustadz pembimbing.
"Ustadz, bisakah sebuah mimpi mempunyai arti?"
"Bisa saja, para Nabi dan Rasul memperoleh wahyu salah satunya lewat mimpi. Ketika Ibrahim diperintahkan Allah menyembelih Ismail putranya juga lewat mimpi. Nabi Yusuf bermimpi bintang, bulan, dan matahari yang bersujud, dan Yusuf pun menafsirkan mimpi sang Raja."
"Tapi kalau mimpi orang biasa dan bukan Nabi atau orang mulia?"
"Bukan wahyu namanya, tapi bisa jadi sebuah Ilham. Contohnya setelah sholat istikharah, petunjuk dari Allah salah satunya adalah melalui mimpi."
"Tapi bagaimana kita tahu bahwa mimpi kita adalah sebuah petunjuk? atau sebuah Ilham?" kejar saya kembali. Karena setahu saya mimpi bisa juga gangguan dari syaithan kan.
"Ada ciri-ciri tertentu sebuah mimpi yang benar. Yang jelas bila itu adalah mimpi yang tidak baik tidak boleh diceritakan, tapi bila mimpi itu baik atau merupakan kabar gembira boleh diceritakan. Dan mimpi yang benar salah satu cirinya adalah tidak mengajak mengingkari keimanan." Ustadz kemudian berkisah tentang mimpi seseorang yang kemudian membawanya kepada kemusyrikan.
ILHAM ?
"Jadi kira-kira apa artinya mimpimu, ya dik." Nah kan penasaran.
"Apakah itu sebuah ibarat Rukun Islam yang telah kita jalani ya. Dulu waktu kecil ngaji, Rukun Islam diumpamakan rumah. Syahadat sebagai fondasinya, Sholat sebagai tiangnya, Puasa sebagai dindingnya, Zakat jadi lantainya, dan Haji sebagai atapnya. Apakah itu menunjukkan bahwa Rukun Islam kita belum sempurna? Dan seingatku aku mulai mimpi sejak kita daftar ONH dan antri selama setahun?" Ujar saya mengira-ngira.
"Wallaahu A'lam. Kita memang belum sempurna, dan kita datang kesini dengan berniat menyempurnakan ibadah kita. Pernah mimpi yang lain nggak ?"
"Mm... sebenarnya sejak kecil sering banget mas, misalnya ketika malam aku bermimpi mendapat secuil bulan yang jatuh dan bersinar di tanganku, eh besoknya aku ikut lomba dan menang dapat hadiah. Ketika aku diterima di SMA Negeri, malamnya aku sudah tahu bakalan ketrima soalnya aku mimpi memegang lembar pengumuman dan membaca dengan jelas namaku ada di urutan kelima.
Pernah juga mimpi melihat gedung Universitas Negeri tempat aku mendaftar PMDK, tapi gedung itu dikelilingi air berarus deras, aku tidak bisa melewatinya, rupanya aku memang tidak diterima disana.
Nah, pas ketrima UMPTN, malamnya aku mimpi melihat sebuah helikopter melayang di atas rumahku membawa satu set kursi yang bertulis jelas namaku.
Dan pas ketrima tes PNS, aku juga sudah tahu sebelumnya, membaca namaku di koran, persis di urutan pertama."
"Haa, tapi kok adik nggak pernah cerita?"
"Aku takut mas, biasanya setelah terbukti baru aku lega."
"Hehe... ngomong - ngomong, pas aku mengkhitbah, adik mimpi juga nggak?" Mas mendekatkan wajahnya dengan mimik sok romantis.
"Ada dong, setelah sholat Istikharah, tapi RAHASIA!"
"Ih, kok pakai rahasia segala?" protes suami.
Saya tersenyum, entah kenapa setelah seluruh prosesi Haji selesai sampai kami kembali ke tanah air, mimpi rumah tidak pernah datang lagi sampai sekarang. Wallahu A'lam.
Konyol deh, kok jadi suami sering tanya soal mimpi saya?
Ketika si Sulung ikut lomba, dia tanya 'Mimpi nggak? Kira-kira lolos semifinal, nggak?' atau ketika ada kabar mutasi, dan ketika si Sulung masuk semifinal....
"Lolos semifinal, di penyisihan nilainya cukup kok"
"Tapi mimpi nggak?"
"Mimpi sih, mau ke Jakarta tapi selalu kereta atau pesawatnya gagal berangkat."
Dan ketika terbukti tahun itu si Sulung memang gagal masuk final ke Jakarta, saya jadi merasa tidak enak. Dan di tahun depannya....
"Nggak, aku nggak mau cerita sampai selesai pengumuman" kata saya ke suami ketika dia tanya-tanya soal mimpi. Kok jadi kayak tukang ramal sih, enggak mau ah.
Ketika akhirnya pengumuman lolosnya final tiba, "Alhamdulillah, nggak jauh dari ramalanku."
"Mimpi, ya" kata suami
"Enggak, udah lupa mimpi apa. Tapi dari hasil koreksi soalnya, cuma salah dua yang bobot nilainya paling kecil. Dengan nilai segitu pasti masuk final kan... hehehe...."
Dan ketika sebuah kejutan manis dihadiahkan oleh si Sulung yang menang di final...
"Mas, tadi pagi sebelum pengumuman, aku mendadak terbangun dini hari. Saat itu tiba-tiba dalam dada dan pikiranku terngiang-ngiang kata BRONZE.... sampai akhirnya aku mengucapkannya berkali-kali... Bronze... Medal ... Winner ..."
"Aduh, dik... coba tadi ngucapkannya GOLD Medal Winner gitu kan sekarang dapat medali gold... kok nggak sekalian sih"
Kucubit ia keras-keras.... apa maksudnya coba......
Doktrin yang bertahun-tahun saya terima di keluarga yang notabene sangat anti dengan penyakit TBC (Takhayul, Bid'ah dan Churafat).
Tapi kalau mimpinya datang hampir setiap hari dengan tema yang sama, gimana dong? Mikir juga kan.
"Nggak berdo'a mungkin" kata suami ketika akhirnya aku bercerita.
"Udah kok"
"Yah, mungkin cuma bunga tidur."
"Emang tidur ada bunganya?" nyengir karena nggak dapat dukungan.
"Mimpinya apaan sih." suami penasaran juga.
"Aku selalu mimpinya tentang rumah. Kadang rumah besar bertingkat, kadang rumah kayu sederhana tapi bersih dan rapi, kadang rumah dengan pekarangan yang luas. Pokoknya rumah yang rasanya aku senang dan nyaman di dalamnya."
"Oh, pengen beli rumah baru, kali... yang lebih gede." suami menanggapi sekenanya.
"Iiih... apaan" kucubit ia sekenanya pula.
"Rumah ini jerih payah kita, rumah kenangan. Nggak ada kepikiran mau pindah ke rumah yang lain."
"Lha teruus.... "
"Masalahnya mas, rumah dalam mimpiku memang indah tapi selalu belum sempurna. Kadang pagarnya yang belum jadi, kadang dapurnya yang masih darurat, kadang pintunya, dan lain-lain. Apa ya, artinya?" ujarku menerawang.
"Hussh.. sudah.. jangan dipikir."
Dan begitulah akhirnya suami memutuskan, dan membuat saya tidak lagi bercerita. Kalau dini hari saya terbangun dan termangu-mangu sejenak, pasti ia hanya berkata ...'mimpi lagi, ya' dan saya pun cuma mengangguk... 'he eh' .... hingga berjalan hampir satu tahun.
HAJI ...
Mimpi yang sama yang terjadi di Mekkah sebelum waktunya prosesi haji tiba, memaksa saya (yang penasaran) bertanya pada ustadz pembimbing.
"Ustadz, bisakah sebuah mimpi mempunyai arti?"
"Bisa saja, para Nabi dan Rasul memperoleh wahyu salah satunya lewat mimpi. Ketika Ibrahim diperintahkan Allah menyembelih Ismail putranya juga lewat mimpi. Nabi Yusuf bermimpi bintang, bulan, dan matahari yang bersujud, dan Yusuf pun menafsirkan mimpi sang Raja."
"Tapi kalau mimpi orang biasa dan bukan Nabi atau orang mulia?"
"Bukan wahyu namanya, tapi bisa jadi sebuah Ilham. Contohnya setelah sholat istikharah, petunjuk dari Allah salah satunya adalah melalui mimpi."
"Tapi bagaimana kita tahu bahwa mimpi kita adalah sebuah petunjuk? atau sebuah Ilham?" kejar saya kembali. Karena setahu saya mimpi bisa juga gangguan dari syaithan kan.
"Ada ciri-ciri tertentu sebuah mimpi yang benar. Yang jelas bila itu adalah mimpi yang tidak baik tidak boleh diceritakan, tapi bila mimpi itu baik atau merupakan kabar gembira boleh diceritakan. Dan mimpi yang benar salah satu cirinya adalah tidak mengajak mengingkari keimanan." Ustadz kemudian berkisah tentang mimpi seseorang yang kemudian membawanya kepada kemusyrikan.
ILHAM ?
"Jadi kira-kira apa artinya mimpimu, ya dik." Nah kan penasaran.
"Apakah itu sebuah ibarat Rukun Islam yang telah kita jalani ya. Dulu waktu kecil ngaji, Rukun Islam diumpamakan rumah. Syahadat sebagai fondasinya, Sholat sebagai tiangnya, Puasa sebagai dindingnya, Zakat jadi lantainya, dan Haji sebagai atapnya. Apakah itu menunjukkan bahwa Rukun Islam kita belum sempurna? Dan seingatku aku mulai mimpi sejak kita daftar ONH dan antri selama setahun?" Ujar saya mengira-ngira.
"Wallaahu A'lam. Kita memang belum sempurna, dan kita datang kesini dengan berniat menyempurnakan ibadah kita. Pernah mimpi yang lain nggak ?"
"Mm... sebenarnya sejak kecil sering banget mas, misalnya ketika malam aku bermimpi mendapat secuil bulan yang jatuh dan bersinar di tanganku, eh besoknya aku ikut lomba dan menang dapat hadiah. Ketika aku diterima di SMA Negeri, malamnya aku sudah tahu bakalan ketrima soalnya aku mimpi memegang lembar pengumuman dan membaca dengan jelas namaku ada di urutan kelima.
Pernah juga mimpi melihat gedung Universitas Negeri tempat aku mendaftar PMDK, tapi gedung itu dikelilingi air berarus deras, aku tidak bisa melewatinya, rupanya aku memang tidak diterima disana.
Nah, pas ketrima UMPTN, malamnya aku mimpi melihat sebuah helikopter melayang di atas rumahku membawa satu set kursi yang bertulis jelas namaku.
Dan pas ketrima tes PNS, aku juga sudah tahu sebelumnya, membaca namaku di koran, persis di urutan pertama."
"Haa, tapi kok adik nggak pernah cerita?"
"Aku takut mas, biasanya setelah terbukti baru aku lega."
"Hehe... ngomong - ngomong, pas aku mengkhitbah, adik mimpi juga nggak?" Mas mendekatkan wajahnya dengan mimik sok romantis.
"Ada dong, setelah sholat Istikharah, tapi RAHASIA!"
"Ih, kok pakai rahasia segala?" protes suami.
Saya tersenyum, entah kenapa setelah seluruh prosesi Haji selesai sampai kami kembali ke tanah air, mimpi rumah tidak pernah datang lagi sampai sekarang. Wallahu A'lam.
INTERMESO : MIMPI JILID 2
Konyol deh, kok jadi suami sering tanya soal mimpi saya?
Ketika si Sulung ikut lomba, dia tanya 'Mimpi nggak? Kira-kira lolos semifinal, nggak?' atau ketika ada kabar mutasi, dan ketika si Sulung masuk semifinal....
"Lolos semifinal, di penyisihan nilainya cukup kok"
"Tapi mimpi nggak?"
"Mimpi sih, mau ke Jakarta tapi selalu kereta atau pesawatnya gagal berangkat."
Dan ketika terbukti tahun itu si Sulung memang gagal masuk final ke Jakarta, saya jadi merasa tidak enak. Dan di tahun depannya....
"Nggak, aku nggak mau cerita sampai selesai pengumuman" kata saya ke suami ketika dia tanya-tanya soal mimpi. Kok jadi kayak tukang ramal sih, enggak mau ah.
Ketika akhirnya pengumuman lolosnya final tiba, "Alhamdulillah, nggak jauh dari ramalanku."
"Mimpi, ya" kata suami
"Enggak, udah lupa mimpi apa. Tapi dari hasil koreksi soalnya, cuma salah dua yang bobot nilainya paling kecil. Dengan nilai segitu pasti masuk final kan... hehehe...."
Dan ketika sebuah kejutan manis dihadiahkan oleh si Sulung yang menang di final...
"Mas, tadi pagi sebelum pengumuman, aku mendadak terbangun dini hari. Saat itu tiba-tiba dalam dada dan pikiranku terngiang-ngiang kata BRONZE.... sampai akhirnya aku mengucapkannya berkali-kali... Bronze... Medal ... Winner ..."
"Aduh, dik... coba tadi ngucapkannya GOLD Medal Winner gitu kan sekarang dapat medali gold... kok nggak sekalian sih"
Kucubit ia keras-keras.... apa maksudnya coba......
No comments:
Post a Comment