Apa beda berjalan-jalan di Indonesia dan di Arab? Kalau di Arab (Apalagi Mekkah, Medinah, termasuk Jeddah) jangan harap harap anda ketemu dengan wanita yang meng'ekspos'kan diri. Iklan di baliho, banner, bahkan majalah tidak pernah memasang gambar wanita. Bahkan iklan parfum yang mewah itu, hanya memasang gambar botolnya. Kalau di Indonesia, iklan apa yang tanpa wanita? Mobil, keramik, sampe permen, semuanya memajang model wanita.
Sepanjang jalan tidak terlihat wanita dengan baju seksi, hot pant, atau dandanan komplit. Padahal kalau di Indonesia, jilbaber pun gayanya trendy, gaul, dan tetap seksi. Pernah melihat cewek memakai blouse turun leher tapi memakai jilbab pendek yang diikat di leher? Itulah di Indonesia.
Secara sistem pemerintah Arab Saudi menjalankan aturan-aturan yang ketat soal aurat ini. Tapi apakah lantas tidak ada kejahatan dan kriminalitas di sana? Tentu saja masih ada. Di belahan bumi mana sih yang tidak ada kriminalitas. Selama manusia masih manusia dan setan masih ada, tentu kejahatan masih eksis. Hanya saja sistem dan aturan dibuat untuk menekan dan meminimalisir angka kejadian dan dampak kriminalitas itu.
Meski begitu masih tersimpan pertanyaan dalam hati saya ketika berkeliling di arena shopping, pasar, dan mall. Gaya hidup bangsa Arab sejak dahulu yang suka bermewah-mewah (seperti disindir dalam surat At-Takatsur), nampak begitu mencolok.
Baju-baju wanita yang dipajang disana mewah dan indah. Jubah hitam penuh dengan pernik-pernik keemasan, sungguh berkilau. Sepatu hak tinggi yang gemerlap, kalung emas bersusun dengan desain yang rumit, gelang emas besar-besar, sabuk lebar yang bertabur warna gemerlap, scarf sutera yang halus dan indah, bahkan cincin pun tidak ada yang sederhana. Dan satu lagi yang menarik, tersedia pula baju seksi sampai lingerie yang cantik.
Pertanyaan yang tersimpan dalam hati saya itu adalah, kapan mereka para wanita Arab itu memakai baju-baju dan aksesoris seperti ini ya.
Meriam Bellina
Kehidupan yang terpisah antara laki-laki dan wanita terlihat sangat terasa. Mulai pintu masuk Masjid sampai toilet tentu saja. Soal toilet, bagi wanita tersedia ruang yang luas, cukup banyak dan tentu saja sangat tertutup. Bahkan petugas kebersihannya pun perempuan.
Sewaktu rombongan kami berziarah ke Masjid Terapung di Jeddah dan sedang sibuk mengambil wudhu di toilet Masjid, tak berapa lama seorang ibu berteriak-teriak dengan bahasa Jawa. Rupanya selain kami, rombongan lain yang datang kesana dari pulau Jawa juga.
"Hei..... ono Meriam Bellina !!!..... Ono Meriam Bellina.....!!!"
Sontak saja ibu-ibu berhamburan menuju asal suara, termasuk saya yang penasaran dengan teriakan tadi.
Rupanya ada seorang gadis Arab bersama rombongannya yang sedang berwudhu di situ juga. Subhanallah, gadis itu memang sangat cantik. Tapi yang menarik adalah bajunya yang model tank-top dengan celana ketat. Rambutnya merah dan bergelombang, terurai indah.
Rupanya si ibu tadi langsung teringat dengan artis Meriam Bellina di tahun 80-an. Memang mirip sih bahkan lebih cantik. Si gadis tersenyum-senyum saja ketika puluhan pasang mata ibu-ibu memperhatikannya dengan berbagai komentar dan decakan. Tentu dengan bahasa yang dia tidak mengerti.
Rombongan gadis cantik itupun memakai baju-baju bermodel indah dan gemerlap. Terjawab sudah pertanyaan saya, wanita-wanita Arab pun berdandan dan mengikuti trend mode. Bahkan bisa dibilang dandanan mereka tergolong wah untuk ukuran orang Indonesia.
Bedanya dengan Meriam Bellina, keluar dari toilet menuju dunia terbuka, gadis itu dan rombongannya segera memakai kembali burqah dan niqab alias hijab, jubah hitam legam dengan cadar yang hanya terlihat matanya saja. Menyembunyikan segala kecantikan dan ke-seksi-annya. Melangkah pelan dengan tenang. Sistem telah menuntut mereka demikian.
Seorang yang pernah bermukim di Arab bercerita pula, bahwa wanita-wanita Arab biasanya mempunyai komunitas mereka sendiri, mungkin semacam arisan ibu-ibu kalau di Indonesia. Mereka juga mengadakan pesta seperti umumnya budaya Arab jaman dahulu. Dalam komunitas khusus para wanita itu mereka juga berdandan layaknya perempuan lain di dunia. Mereka menanggalkan sejenak burqah dan niqab mereka. Bersenang-senang termasuk ngerumpi juga seperti wanita-wanita lain di dunia.
Setelah insiden itu, setiap kali melihat wanita Arab dengan burqah, saya merasa kagum. Betapa rela hati mereka menyembunyikan kecantikannya itu. Kalau saja di Indonesia tentu sudah menjadi model dan artis sinetron.
Sedangkan wanita-wanita Indonesia, sedikit mempunyai kecantikan saja sudah berdandan macam-macam. Bahkan para muslimahnya pun tidak sungkan lagi bergaya di depan kamera dengan jilbab gaulnya dan dinikmati oleh ratusan pasang mata.
Oh, Meriam Bellina!
Sepanjang jalan tidak terlihat wanita dengan baju seksi, hot pant, atau dandanan komplit. Padahal kalau di Indonesia, jilbaber pun gayanya trendy, gaul, dan tetap seksi. Pernah melihat cewek memakai blouse turun leher tapi memakai jilbab pendek yang diikat di leher? Itulah di Indonesia.
Secara sistem pemerintah Arab Saudi menjalankan aturan-aturan yang ketat soal aurat ini. Tapi apakah lantas tidak ada kejahatan dan kriminalitas di sana? Tentu saja masih ada. Di belahan bumi mana sih yang tidak ada kriminalitas. Selama manusia masih manusia dan setan masih ada, tentu kejahatan masih eksis. Hanya saja sistem dan aturan dibuat untuk menekan dan meminimalisir angka kejadian dan dampak kriminalitas itu.
Meski begitu masih tersimpan pertanyaan dalam hati saya ketika berkeliling di arena shopping, pasar, dan mall. Gaya hidup bangsa Arab sejak dahulu yang suka bermewah-mewah (seperti disindir dalam surat At-Takatsur), nampak begitu mencolok.
Baju-baju wanita yang dipajang disana mewah dan indah. Jubah hitam penuh dengan pernik-pernik keemasan, sungguh berkilau. Sepatu hak tinggi yang gemerlap, kalung emas bersusun dengan desain yang rumit, gelang emas besar-besar, sabuk lebar yang bertabur warna gemerlap, scarf sutera yang halus dan indah, bahkan cincin pun tidak ada yang sederhana. Dan satu lagi yang menarik, tersedia pula baju seksi sampai lingerie yang cantik.
Pertanyaan yang tersimpan dalam hati saya itu adalah, kapan mereka para wanita Arab itu memakai baju-baju dan aksesoris seperti ini ya.
Meriam Bellina
Kehidupan yang terpisah antara laki-laki dan wanita terlihat sangat terasa. Mulai pintu masuk Masjid sampai toilet tentu saja. Soal toilet, bagi wanita tersedia ruang yang luas, cukup banyak dan tentu saja sangat tertutup. Bahkan petugas kebersihannya pun perempuan.
Sewaktu rombongan kami berziarah ke Masjid Terapung di Jeddah dan sedang sibuk mengambil wudhu di toilet Masjid, tak berapa lama seorang ibu berteriak-teriak dengan bahasa Jawa. Rupanya selain kami, rombongan lain yang datang kesana dari pulau Jawa juga.
"Hei..... ono Meriam Bellina !!!..... Ono Meriam Bellina.....!!!"
Sontak saja ibu-ibu berhamburan menuju asal suara, termasuk saya yang penasaran dengan teriakan tadi.
Rupanya ada seorang gadis Arab bersama rombongannya yang sedang berwudhu di situ juga. Subhanallah, gadis itu memang sangat cantik. Tapi yang menarik adalah bajunya yang model tank-top dengan celana ketat. Rambutnya merah dan bergelombang, terurai indah.
Rupanya si ibu tadi langsung teringat dengan artis Meriam Bellina di tahun 80-an. Memang mirip sih bahkan lebih cantik. Si gadis tersenyum-senyum saja ketika puluhan pasang mata ibu-ibu memperhatikannya dengan berbagai komentar dan decakan. Tentu dengan bahasa yang dia tidak mengerti.
Rombongan gadis cantik itupun memakai baju-baju bermodel indah dan gemerlap. Terjawab sudah pertanyaan saya, wanita-wanita Arab pun berdandan dan mengikuti trend mode. Bahkan bisa dibilang dandanan mereka tergolong wah untuk ukuran orang Indonesia.
Bedanya dengan Meriam Bellina, keluar dari toilet menuju dunia terbuka, gadis itu dan rombongannya segera memakai kembali burqah dan niqab alias hijab, jubah hitam legam dengan cadar yang hanya terlihat matanya saja. Menyembunyikan segala kecantikan dan ke-seksi-annya. Melangkah pelan dengan tenang. Sistem telah menuntut mereka demikian.
Seorang yang pernah bermukim di Arab bercerita pula, bahwa wanita-wanita Arab biasanya mempunyai komunitas mereka sendiri, mungkin semacam arisan ibu-ibu kalau di Indonesia. Mereka juga mengadakan pesta seperti umumnya budaya Arab jaman dahulu. Dalam komunitas khusus para wanita itu mereka juga berdandan layaknya perempuan lain di dunia. Mereka menanggalkan sejenak burqah dan niqab mereka. Bersenang-senang termasuk ngerumpi juga seperti wanita-wanita lain di dunia.
Setelah insiden itu, setiap kali melihat wanita Arab dengan burqah, saya merasa kagum. Betapa rela hati mereka menyembunyikan kecantikannya itu. Kalau saja di Indonesia tentu sudah menjadi model dan artis sinetron.
Sedangkan wanita-wanita Indonesia, sedikit mempunyai kecantikan saja sudah berdandan macam-macam. Bahkan para muslimahnya pun tidak sungkan lagi bergaya di depan kamera dengan jilbab gaulnya dan dinikmati oleh ratusan pasang mata.
Oh, Meriam Bellina!
No comments:
Post a Comment