Tahu nggak kalau Syaithan sekarang makin canggih? Punya portal yang keren buat masuk dan menjerumuskan manusia? Menimbulkan wabah dan penyakit kronis yang eksaserbasi akut?
Sebut saja Facebook. Sarana komunikasi canggih ini kalau disalahgunakan alias 'Facebook Abused' bisa menjangkitkan penyakit-penyakit modern loh, infeksious, mematikan, atau jadi kronis dan 'uncontrolled' laksana karsinoma.
Tiga penyakit yang sudah teridentifikasi melalui laboratorium Facebook-ers antara lain:
Nah penyakit yang ini pintu masuknya, bahasa kerennya "port d'entree", biasanya didahului dengan Search Friends. Pengen tahu kabar kawan lama, apalagi yang pernah 'punya hati'. Tentu saja kawan itu yang lawan jenis lah. Kalau udah ketemu mulai muncul rasa terkejut sekaligus senang, nah sebenarnya si Syaithan sudah mulai mengipasi sedikit.
Kalau sudah berteman di Facebook, biasanya lanjut chatting. Yah sekedar basa-basi menanyakan kabar. Berapa anaknya, kerja dimana dan sebagainya. Bisa juga via inbox, YM, atau bahkan lanjut di SMS dan telephone. Nah, si Syaithan mulai memutar film dan kenangan masa lalu. Ada yang lucu, menyenangkan, dan tentu saja ada yang pernah bikin dag dig dug kan? Namanya juga masa lalu.
Aksi selanjutnya adalah lihat-lihat profil, lihat-lihat foto, seperti apa ya dia sekarang? Sudah jadi apa?
Setelah itu adakah perasaan 'menyesal', 'senang' atau 'kasihan' dan 'sinis'?
Menyesal, kalau kawan lama itu terlihat lebih keren, terawat, dan sukses. Istri/suaminya keren dan anak-anaknya sehat dan manis. Plus rumah mewah, mobil, dan simbol kesuksesan lainnya. Lebih menyesal lagi kalau dulu jadi pihak yang menolak. Huhh, tahu gitu kenapa dulu nolak ya. Nah, perasaan inilah yang dihembus-hembuskan oleh Syaithan.
Senang, kalau ternyata si kawan lama jauh dari predikat sukses. Makin gembrot, kusam, anak-anak yang kumel (duh, saking menganggap lebih rendahnya), dan tidak memiliki simbol-simbol kesuksesan. Apalagi kalau dulu jadi pihak yang menolak. Bangga dengan diri sendiri dan pasangan mulai muncul. Oh, ternyata dirinya cuma segitu saja. Untunglah dulu tidak sampai kejadian. Begitulah yang ditiupkan Syaithan.
Bila perlu diungkapkan dengan Update Status seperti ini :
"Ketemu dengan mantan pacar SMP, eh ternyata dia kok gembul dan hitam gitu ya sekarang, bermutu (bermuka tua) lagi. Alhamdulillah masih ganteng n keren suamiku nih ... hihihihi...."
Dilanjutkan dengan puluhan komen dari teman-teman yang bercanda, mendukung dan ikut mengolok-olok, padahal mungkin kenal orangnya pun tidak. Nah, Syaithan pun mengundang orang lain untuk menambah dosa.
Tapi pernahkah terpikir bagaimana jika sebulan kemudian ternyata si kawan itu tiba-tiba dikaruniai kesuksesan? ('hitam'nya itu ternyata akibat kerja keras yang akhirnya membuahkan hasil). Punya modal berlebih untuk memperbaiki penampilan, bahkan akhirnya jauh melampaui pasangan? Apakah kemudian timbul penyesalan dan kekaguman? Nah, inilah pintu masuk Syaithan. Apalagi sudah kadung membuat status, pasangan (lagi-lagi yang terkipasi oleh Syaithan) bisa curiga "Kamu masih perhatian sama dia, ya". Runyam deh.
Kasihan, kalau ternyata kawan lama itu tidak bahagia. Mungkin pasangannya tidak bisa memberi anak, atau pasangannya bawel, jahat, menindas, dan lain-lain. Si dia mungkin curhat via inbox atau chatting. Mungkin awalnya pun hanya merasa simpati.
- Belum punya anak sudah ke dokter, pak? Saya punya kenalan dokter bagus.
- Sudah pernah sih. Masalahnya ada di istri nih. Gimana ya, istri juga tidak mau lanjut terapi..
- Masak sih pak? Apa emang nggak pingin punya anak?
- Masalahnya dia sibuk sama kerjaannya.. Senang ya jadi kamu, ibu rumah tangga yg baik, anaknya manis-
manis.. pintar masak lagi.... :p
- Lho, bukannya sampeyan suami yg baik? rajin bekerja gitu? hehehe ....
Nah, Syaithan sudah membujuk untuk saling memuji, lebih gawat lagi kalau curhat berlanjut dengan saling mengungkapkan kekurangan pasangan. Atau sebaliknya saling melebih-lebihkan pasangan? Tahu kan, seringkali orang menutupi kekurangan satu bagian dengan melebih-lebihkan bagian yang lain.
Sinis, kalau dulu jadi orang yang ditolak. Eh, ternyata istri/suaminya begitu saja ya. Ah, ternyata kehidupan si dia tidak lebih baik, syukurin! (duh kejamnya). Sinis juga bisa timbul karena perasaan 'kalah telak'. Ternyata istri/suami si dia pendidikannya lebih tinggi, pintar, punya status sosial tinggi, dan lain sebagainya.
Lalu Syaithan akan mengajak mengungkapkan kekesalan.
"Sebel banget sama perempuan itu. Sombong! Mentang-mentang dia bekerja sedang aku di rumah. Padahal nggak cantik deh. Tahu nggak dia kalau suaminya dulu naksir sama aku tapi aku tolak?"
Puluhan komen akan masuk, sekali lagi, bercanda, mendukung, bahkan ikut mengolok-olok. Dan sekali lagi Syaithan menang untuk mengajak orang lain bergabung. Bukankah Ghibah adalah membicarakan orang lain yang jika ia tahu ia tidak senang? Kalau itu benar namanya Ghibah dan kalau itu salah namanya Fitnah? (Al Hadits). Nah lo.
Tahu nggak kalau perasaan-perasaan itu sesungguhnya menunjukkan masih ada secuil benih 'perhatian' di hati? Bahaya sekali bila benih itu terus dipupuk-pupuk oleh Syaithan, bahkan memunculkan benih cemburu di hati pasangan. Pernahkan berfikir apa yang dirasakan pasangan kita jika tahu ada benih-benih itu? Cukup! Jangan diungkapkan dan jangan ditumbuhsuburkan. Biarkan ia mati merana dalam ruang hati yang paling gelap dan dalam.
Perhatikan pepatah Jawa ini "Tresna Jalaran Saka Ngglibet" (mohon ma'af bunyi aslinya diganti). Artinya cinta berawal dari 'ngglibet'. Susah memang mencari padanan kata itu dalam Bahasa Indonesia. Ngglibet itu gambarannya seperti anak kucing yang minta perhatian dengan terus menempel dan berputar-putar di kaki. Sering kontak alias 'in touch'. Jaman sekarang tidak harus kontak fisik memang, tapi kalau hampir setiap hari chatting, inbox, Email, YM, SMS, dan lain-lain namanya tetap 'in touch' juga kan.
'In touch' itu mungkin berawal dari saling komen di status teman yang sama. Entah merasa se-ide atau ingin meluaskan pergaulan, akhirnya berteman dan berhubungan. Saling bertanya, saling mengenal, kemudian tumbuh rasa kagum, apalagi kalau dibumbui sanjungan (tahu kan, wanita paling lemah kalau disanjung), akhirnya memunculkan benih-benih yang lain.
Bila keduanya tergolong single, bisa jadi sarana perjodohan dan berakhir dengan pernikahan. Meskipun ada kasus yang justru berakhir dengan penipuan, perkosaan, bahkan pembunuhan.
Dan bila salah satu atau keduanya sudah mempunyai pasangan, rasa kagum dan cinta mendadak itu menutup mata keduanya menuju perselingkuhan. Na'udzubillaah.
Soal yang satu ini Syaithan sungguh pintar menutup mata dan akal sehat. Coba simak kisah nyata berikut ini:
Udin, seorang lelaki beranak satu yang tinggal di seberang pulau, jauh dari keluarganya. Udin juga mempunyai akun Facebook seperti teman-temannya yang lain. Dengan begitu rasa kangennya akan kampung halaman bisa terobati.
Dan seperti orang muda lain, teman Udin cukup banyak, lelaki dan perempuan. Kebiasaan chatting atau saling komen, kadang bercanda bahkan saling menggoda. Rupanya sulit bagi si istri membedakan antara 'guyonan' dan 'beneran'. Api cemburu yang terpercik, makin menjalar dan membakar. Tak diayal lagi, pertengkaran pun pecah.
Sayangnya pertengkaran yang dipicu hal kecil itu berakhir dengan hilangnya akal sehat Udin. Ia merasa tidak berdaya sebagai suami. Pilihannya jatuh pada sebotol racun serangga. Udin meminumnya!
Beruntunglah nyawa Udin tertolong. Kedua orangtua mereka pun harus datang jauh dari kampung halaman. Penyesalan sang istri dan Udin sendiri membawa kesadaran. Bahwa ternyata mereka masih saling cinta. Hanya Syaithanlah yang sempat merasuki mereka lewat pintu masuk Cemburu akibat Facebook.
"Jangan permainkan cinta. Jangan mainkan perasaan dalam rumah tangga." Sebuah nasihat bagus dari 'sesepuh' saat pernikahan dulu. "Jangan anggap remeh sesuatu yang bisa membahayakan cinta" yang ini sebuah nasihat dari suami tercinta.
Seyogyanya kita berhati-hati dengan canda dan guyon, termasuk dalam Facebook. Guyon alias bercanda bisa termasuk dalam 'Laghwun' (perkataan yang sia-sia). Guyon alias bercanda, apalagi pada lawan jenis, bisa menggelincirkan kita pada situasi yang berbahaya. Pertengkaran, putus silaturrohim, bahkan putusnya cinta.
Coba simak kuis-kuis di Facebookyang yg tujuan awalnya hanya main-main. Contohnya :
"Tingkat kecocokan Udin dan Ulin adalah 99%"
"Bagaimana bila Udin menjadi pacar anda?" Ulin : Tidak Mau!!!
"Apa yang dilakukan Udin bila menyatakan cinta?" Ulin : Melempar sandal ke jendela!!!
"10 teman yang paling perhatian dengan anda adalah 1 Udin, 2 Fulan, 3 ....."
Sepintas tidak ada masalah dengan kuis-kuis itu karena semua Facebookers tahu itu hanya guyon semata.
Saling melempar komentar antara teman lawan jenis apalagi yang menjurus dan menyerempet-serempet, atau komentar-komentar yang begitu akrab seakan-akan berada bersandingan, atau komentar yang bernada guyon sekaligus 'nggodain', sepintas juga tidak ada masalah.
Tapi bila Udin dan Ulin masing-masing sudah memiliki pasangan, adakah kemungkinan pasangan akan terpicu perasaan cemburu? Bukankah Syaithan sangat halus menggelincirkan. Sekali perasaan itu terpantik, maka tanpa ampun ia akan membakar apa saja. Bahkan pikiran jernih pun telah hilang hanya untuk bisa menerima penjelasan yang sebenarnya.
"Ma, aku tidak ada hubungan apa-apa. Kami tidak pernah ketemuan, tidak perrnah telpon dan janjian"
"Pa, perempuan kawan Papa tu sok kemanjaan sih, sok akrab. Pengen rasanya Mama melabrak dan mencakar mukanya. Ngapain dia tiap-tiap hari nulis di wall Papa? Ngapain dia sok kasih-kasih nasihat ke Papa. Kegatelan ya .... bla.. bla... bla..."
Rasa cemburu tidak mengenal rasio. Rasa cemburu bisa tumbuh dari orang yang paling baik sekalipun. Jangan terlena dengan pasangan yang kita percayai sangat baik dan mencintai sepenuh hati. Ia pun bisa terbakar cemburu oleh hal-hal sepele.
"Suatu hari saya memakai cincin souvenir mutiara imitasi yang murahan. Suami yang sekilas melihatnya bertanya,
- Cincin darimana, dik?
- Dikasih orang? jawab saya.
Spontan suami menahan pundak saya,
- Dik, tolong soal yang beginian jangan bercanda, sebab aku bisa salah sangka. Cincin yang aku berikan padamu sungguh sangat berarti bagiku.
- Eh, okh, memang benar ini pemberian orang. Teman kantor yang baru pulang dari Lombok membawa oleh-oleh cincin banyak sekali. Semua teman satu kantor dibagi. Jadi aku pikir aku memakainya untuk menghargai teman itu saja.
Dan saya memilih melepas cincin itu. Bukankah mata orang cemburu tidak bisa membedakan cincin murahan dan cincin mahal?"
So ... Be Wise With Your Facebook!
(Inspired by Facebookers and Asma Nadia "Sakinah Bersamamu")
Sebut saja Facebook. Sarana komunikasi canggih ini kalau disalahgunakan alias 'Facebook Abused' bisa menjangkitkan penyakit-penyakit modern loh, infeksious, mematikan, atau jadi kronis dan 'uncontrolled' laksana karsinoma.
Tiga penyakit yang sudah teridentifikasi melalui laboratorium Facebook-ers antara lain:
CLBK
Nah penyakit yang ini pintu masuknya, bahasa kerennya "port d'entree", biasanya didahului dengan Search Friends. Pengen tahu kabar kawan lama, apalagi yang pernah 'punya hati'. Tentu saja kawan itu yang lawan jenis lah. Kalau udah ketemu mulai muncul rasa terkejut sekaligus senang, nah sebenarnya si Syaithan sudah mulai mengipasi sedikit.
Kalau sudah berteman di Facebook, biasanya lanjut chatting. Yah sekedar basa-basi menanyakan kabar. Berapa anaknya, kerja dimana dan sebagainya. Bisa juga via inbox, YM, atau bahkan lanjut di SMS dan telephone. Nah, si Syaithan mulai memutar film dan kenangan masa lalu. Ada yang lucu, menyenangkan, dan tentu saja ada yang pernah bikin dag dig dug kan? Namanya juga masa lalu.
Aksi selanjutnya adalah lihat-lihat profil, lihat-lihat foto, seperti apa ya dia sekarang? Sudah jadi apa?
Setelah itu adakah perasaan 'menyesal', 'senang' atau 'kasihan' dan 'sinis'?
Menyesal, kalau kawan lama itu terlihat lebih keren, terawat, dan sukses. Istri/suaminya keren dan anak-anaknya sehat dan manis. Plus rumah mewah, mobil, dan simbol kesuksesan lainnya. Lebih menyesal lagi kalau dulu jadi pihak yang menolak. Huhh, tahu gitu kenapa dulu nolak ya. Nah, perasaan inilah yang dihembus-hembuskan oleh Syaithan.
Senang, kalau ternyata si kawan lama jauh dari predikat sukses. Makin gembrot, kusam, anak-anak yang kumel (duh, saking menganggap lebih rendahnya), dan tidak memiliki simbol-simbol kesuksesan. Apalagi kalau dulu jadi pihak yang menolak. Bangga dengan diri sendiri dan pasangan mulai muncul. Oh, ternyata dirinya cuma segitu saja. Untunglah dulu tidak sampai kejadian. Begitulah yang ditiupkan Syaithan.
Bila perlu diungkapkan dengan Update Status seperti ini :
"Ketemu dengan mantan pacar SMP, eh ternyata dia kok gembul dan hitam gitu ya sekarang, bermutu (bermuka tua) lagi. Alhamdulillah masih ganteng n keren suamiku nih ... hihihihi...."
Dilanjutkan dengan puluhan komen dari teman-teman yang bercanda, mendukung dan ikut mengolok-olok, padahal mungkin kenal orangnya pun tidak. Nah, Syaithan pun mengundang orang lain untuk menambah dosa.
Tapi pernahkah terpikir bagaimana jika sebulan kemudian ternyata si kawan itu tiba-tiba dikaruniai kesuksesan? ('hitam'nya itu ternyata akibat kerja keras yang akhirnya membuahkan hasil). Punya modal berlebih untuk memperbaiki penampilan, bahkan akhirnya jauh melampaui pasangan? Apakah kemudian timbul penyesalan dan kekaguman? Nah, inilah pintu masuk Syaithan. Apalagi sudah kadung membuat status, pasangan (lagi-lagi yang terkipasi oleh Syaithan) bisa curiga "Kamu masih perhatian sama dia, ya". Runyam deh.
Kasihan, kalau ternyata kawan lama itu tidak bahagia. Mungkin pasangannya tidak bisa memberi anak, atau pasangannya bawel, jahat, menindas, dan lain-lain. Si dia mungkin curhat via inbox atau chatting. Mungkin awalnya pun hanya merasa simpati.
- Belum punya anak sudah ke dokter, pak? Saya punya kenalan dokter bagus.
- Sudah pernah sih. Masalahnya ada di istri nih. Gimana ya, istri juga tidak mau lanjut terapi..
- Masak sih pak? Apa emang nggak pingin punya anak?
- Masalahnya dia sibuk sama kerjaannya.. Senang ya jadi kamu, ibu rumah tangga yg baik, anaknya manis-
manis.. pintar masak lagi.... :p
- Lho, bukannya sampeyan suami yg baik? rajin bekerja gitu? hehehe ....
Nah, Syaithan sudah membujuk untuk saling memuji, lebih gawat lagi kalau curhat berlanjut dengan saling mengungkapkan kekurangan pasangan. Atau sebaliknya saling melebih-lebihkan pasangan? Tahu kan, seringkali orang menutupi kekurangan satu bagian dengan melebih-lebihkan bagian yang lain.
Sinis, kalau dulu jadi orang yang ditolak. Eh, ternyata istri/suaminya begitu saja ya. Ah, ternyata kehidupan si dia tidak lebih baik, syukurin! (duh kejamnya). Sinis juga bisa timbul karena perasaan 'kalah telak'. Ternyata istri/suami si dia pendidikannya lebih tinggi, pintar, punya status sosial tinggi, dan lain sebagainya.
Lalu Syaithan akan mengajak mengungkapkan kekesalan.
"Sebel banget sama perempuan itu. Sombong! Mentang-mentang dia bekerja sedang aku di rumah. Padahal nggak cantik deh. Tahu nggak dia kalau suaminya dulu naksir sama aku tapi aku tolak?"
Puluhan komen akan masuk, sekali lagi, bercanda, mendukung, bahkan ikut mengolok-olok. Dan sekali lagi Syaithan menang untuk mengajak orang lain bergabung. Bukankah Ghibah adalah membicarakan orang lain yang jika ia tahu ia tidak senang? Kalau itu benar namanya Ghibah dan kalau itu salah namanya Fitnah? (Al Hadits). Nah lo.
Tahu nggak kalau perasaan-perasaan itu sesungguhnya menunjukkan masih ada secuil benih 'perhatian' di hati? Bahaya sekali bila benih itu terus dipupuk-pupuk oleh Syaithan, bahkan memunculkan benih cemburu di hati pasangan. Pernahkan berfikir apa yang dirasakan pasangan kita jika tahu ada benih-benih itu? Cukup! Jangan diungkapkan dan jangan ditumbuhsuburkan. Biarkan ia mati merana dalam ruang hati yang paling gelap dan dalam.
CINLOK
Perhatikan pepatah Jawa ini "Tresna Jalaran Saka Ngglibet" (mohon ma'af bunyi aslinya diganti). Artinya cinta berawal dari 'ngglibet'. Susah memang mencari padanan kata itu dalam Bahasa Indonesia. Ngglibet itu gambarannya seperti anak kucing yang minta perhatian dengan terus menempel dan berputar-putar di kaki. Sering kontak alias 'in touch'. Jaman sekarang tidak harus kontak fisik memang, tapi kalau hampir setiap hari chatting, inbox, Email, YM, SMS, dan lain-lain namanya tetap 'in touch' juga kan.
'In touch' itu mungkin berawal dari saling komen di status teman yang sama. Entah merasa se-ide atau ingin meluaskan pergaulan, akhirnya berteman dan berhubungan. Saling bertanya, saling mengenal, kemudian tumbuh rasa kagum, apalagi kalau dibumbui sanjungan (tahu kan, wanita paling lemah kalau disanjung), akhirnya memunculkan benih-benih yang lain.
Bila keduanya tergolong single, bisa jadi sarana perjodohan dan berakhir dengan pernikahan. Meskipun ada kasus yang justru berakhir dengan penipuan, perkosaan, bahkan pembunuhan.
Dan bila salah satu atau keduanya sudah mempunyai pasangan, rasa kagum dan cinta mendadak itu menutup mata keduanya menuju perselingkuhan. Na'udzubillaah.
CEMBURU
Soal yang satu ini Syaithan sungguh pintar menutup mata dan akal sehat. Coba simak kisah nyata berikut ini:
Udin, seorang lelaki beranak satu yang tinggal di seberang pulau, jauh dari keluarganya. Udin juga mempunyai akun Facebook seperti teman-temannya yang lain. Dengan begitu rasa kangennya akan kampung halaman bisa terobati.
Dan seperti orang muda lain, teman Udin cukup banyak, lelaki dan perempuan. Kebiasaan chatting atau saling komen, kadang bercanda bahkan saling menggoda. Rupanya sulit bagi si istri membedakan antara 'guyonan' dan 'beneran'. Api cemburu yang terpercik, makin menjalar dan membakar. Tak diayal lagi, pertengkaran pun pecah.
Sayangnya pertengkaran yang dipicu hal kecil itu berakhir dengan hilangnya akal sehat Udin. Ia merasa tidak berdaya sebagai suami. Pilihannya jatuh pada sebotol racun serangga. Udin meminumnya!
Beruntunglah nyawa Udin tertolong. Kedua orangtua mereka pun harus datang jauh dari kampung halaman. Penyesalan sang istri dan Udin sendiri membawa kesadaran. Bahwa ternyata mereka masih saling cinta. Hanya Syaithanlah yang sempat merasuki mereka lewat pintu masuk Cemburu akibat Facebook.
"Jangan permainkan cinta. Jangan mainkan perasaan dalam rumah tangga." Sebuah nasihat bagus dari 'sesepuh' saat pernikahan dulu. "Jangan anggap remeh sesuatu yang bisa membahayakan cinta" yang ini sebuah nasihat dari suami tercinta.
Seyogyanya kita berhati-hati dengan canda dan guyon, termasuk dalam Facebook. Guyon alias bercanda bisa termasuk dalam 'Laghwun' (perkataan yang sia-sia). Guyon alias bercanda, apalagi pada lawan jenis, bisa menggelincirkan kita pada situasi yang berbahaya. Pertengkaran, putus silaturrohim, bahkan putusnya cinta.
Coba simak kuis-kuis di Facebookyang yg tujuan awalnya hanya main-main. Contohnya :
"Tingkat kecocokan Udin dan Ulin adalah 99%"
"Bagaimana bila Udin menjadi pacar anda?" Ulin : Tidak Mau!!!
"Apa yang dilakukan Udin bila menyatakan cinta?" Ulin : Melempar sandal ke jendela!!!
"10 teman yang paling perhatian dengan anda adalah 1 Udin, 2 Fulan, 3 ....."
Sepintas tidak ada masalah dengan kuis-kuis itu karena semua Facebookers tahu itu hanya guyon semata.
Saling melempar komentar antara teman lawan jenis apalagi yang menjurus dan menyerempet-serempet, atau komentar-komentar yang begitu akrab seakan-akan berada bersandingan, atau komentar yang bernada guyon sekaligus 'nggodain', sepintas juga tidak ada masalah.
Tapi bila Udin dan Ulin masing-masing sudah memiliki pasangan, adakah kemungkinan pasangan akan terpicu perasaan cemburu? Bukankah Syaithan sangat halus menggelincirkan. Sekali perasaan itu terpantik, maka tanpa ampun ia akan membakar apa saja. Bahkan pikiran jernih pun telah hilang hanya untuk bisa menerima penjelasan yang sebenarnya.
"Ma, aku tidak ada hubungan apa-apa. Kami tidak pernah ketemuan, tidak perrnah telpon dan janjian"
"Pa, perempuan kawan Papa tu sok kemanjaan sih, sok akrab. Pengen rasanya Mama melabrak dan mencakar mukanya. Ngapain dia tiap-tiap hari nulis di wall Papa? Ngapain dia sok kasih-kasih nasihat ke Papa. Kegatelan ya .... bla.. bla... bla..."
Rasa cemburu tidak mengenal rasio. Rasa cemburu bisa tumbuh dari orang yang paling baik sekalipun. Jangan terlena dengan pasangan yang kita percayai sangat baik dan mencintai sepenuh hati. Ia pun bisa terbakar cemburu oleh hal-hal sepele.
"Suatu hari saya memakai cincin souvenir mutiara imitasi yang murahan. Suami yang sekilas melihatnya bertanya,
- Cincin darimana, dik?
- Dikasih orang? jawab saya.
Spontan suami menahan pundak saya,
- Dik, tolong soal yang beginian jangan bercanda, sebab aku bisa salah sangka. Cincin yang aku berikan padamu sungguh sangat berarti bagiku.
- Eh, okh, memang benar ini pemberian orang. Teman kantor yang baru pulang dari Lombok membawa oleh-oleh cincin banyak sekali. Semua teman satu kantor dibagi. Jadi aku pikir aku memakainya untuk menghargai teman itu saja.
Dan saya memilih melepas cincin itu. Bukankah mata orang cemburu tidak bisa membedakan cincin murahan dan cincin mahal?"
So ... Be Wise With Your Facebook!
(Inspired by Facebookers and Asma Nadia "Sakinah Bersamamu")
No comments:
Post a Comment