Ini gambaran rumah salah satu kerabat yang kami kunjungi suatu hari.
Masuk melalui pagar tinggi yang selalu terkunci, belok ke kiri melewati kolam ikan dg jembatan batu buatan dan pancuran air yang indah dg bunyi gemericiknya. Sebuah kotak makanan ikan teronggok manis di cerukan kecil di pinggir kolam. Ikan-ikan warna merah emas berlenggak-lenggok manja, besar, sehat, dan menggemaskan. Sebuah tanaman rambat menjuntai-juntai, daunnya sebagian masuk ke air kolam
Di kiri kanan kolam adalah taman dengan bunga-bunga yg indah. Tanaman dalam pot terlihat daunnya begitu hijau, tanpa debu, tak terlihat daun yang kering maupun yang koyak-koyak. Sebuah botol tampak menyembul di salah satu pot bertuliskan 'nutrisi untuk daun tanaman hias'.
Di terasnya satu set tempat duduk yang nyaman dilengkapi tempat majalah unik berisikan majalah yang bertema desain rumah dan tanaman hias. Tak satupun dari majalah itu yang kusut atau lepas halamannya.
Masuk ke ruang tamu dengan shofa berbantal yang manis. Sebuah piano dan selembar kain ulos yang dipajang di atasnya dg manis. Meja pajangan dg benda berjajar-jajar : Sebuah telepon kuno unik dg tombol berputar, sebuah alat permainan 'dakon' dari logam berukir lengkap dg isiannya dari cangkang binatang laut, sepasang 'wayang golek' dengan baju warna-warni dan hiasan telinga yg bergoyang-goyang, dan satu set permainan angklung dari bambu dalam ukuran yang mungil.
Di atas karpet, seekor kucing berhidung pesek berbulu putih bersih yang sangat lembut dan matanya yang biru sedang bermalas-malasan. Seekor lagi yang berbulu belang putih dan keemasan sedang dipangku gadis pelayan rumah sambil mengeringkan bulunya dg hair dryer, rupanya si kucing usai mandi. Di dekatnya sebuah tempat makan bertuliskan 'Nicko' berdampingan dg kotak makan khusus kucing merek terkenal.
Dan inilah gambarannya ketika kedatangan tiga anak jagoan kami.
Anak-anak berlarian masuk melalui pagar. Pintu pagar ditutup kembali karena khawatir kucingnya melarikan diri keluar. Anak-anak berhamburan menuju kolam ikan. Satu orang memasukkan sandalnya ke air kolam, seorang anak lagi memain-mainkan air pancuran, seorang lagi hampir menuangkan seluruh isi makanan ikan ke dalam kolam, untunglah si ibu dg sigap menahan tangan si anak dan berbisik "Sudah ya sayang , jangan semuanya, ikannya nanti kekenyangan"
Anak-anak beralih lagi. Si Sulung dan si Tengah mengacak-acak papan informasi meteran listrik dan PDAM. Bermain tebak angka. Ayah merasa tidak enak, aduh tadi berapa angka terakhirnya ya, jangan-jangan petugas pencatatnya belum sempat datang, jadi tagihannya bulan ini bisa kacau dong.
Nah si kecil yang suka tanaman, mematut-matut tanaman di pot, tak lama kemudian memetik dan mengumpulkan daunnya! Beberapa malah koyak di tangkainya. Oh, my God. Padahal barusan si mbak mengelapnya pake susu.
Majalah dengan gambar warna-warni itu pun sangat menarik. Dan anak-anak sangat suka membolak-balik tentu saja dg kekuatan tangan mereka. Oh.. oh ... ibu memohon-mohon dengan sangat 'jangan sampai koyak ya, nak'
Mungkin bosan dg suara si ibu yang terus memohon-mohon, anak-anak beralih lagi. Nah giliran telepon antik itu yang jadi sasaran. Diputar-putar tombolnya dan berpura-pura saling menelepon satu sama lain. Bertanya-tanya terus pada ayahnya, ini bagian apa, ini untuk apa, cara kerjanya bagaimana, dst.
Ayah mengalihkan kegiatan dg acara 'main dakon' melawan kakak tertua. Awalnya seru, tapi karena permainannya hanya untuk 2 orang maka terjadilah insiden rebutan. Ayah dan ibu harus membujuk dan merayu masing-masing anak.
Tidak berhenti sampai di sini, wayang golek pun tak luput dari sasaran mereka. Tangan-tangan wayang di gerak-gerakkan meniru polah dalang. Bermain peran dan cerita khas anak-anak. Biasanya bagi kami sekeluarga kegiatan itu menarik. Tapi kalau yang dibuat main adalah koleksi wayang yang harganya bisa dipastikan tidak cocok dg kocek kami, dan dengan gerakan tangan anak-anak yang kadang mengkhawatirkan, maka ibu memilih menghentikan anak-anak.
Giliran angklung. Suara khas yang menarik, membuat anak-anak tertawa. Kakak yang sudah tahu notasi ingin menyanyikan sebuah lagu, sayangnya dikacaukan adik yang penasaran hanya ingin menggerak-gerakkan dan mendengar bunyinya saja. Kakak merasa terganggu, si adik nggak peduli sampai akhirnya .. gubraakkk... angklung roboh dan berserakan keluar dari tempat dudukannya. Ayah menyusun kembali sesuai urutan notasinya. Ibu berbisik-bisik memohon pada anak-anak untuk berhenti. oh... ooh ... ohh.. nggak enak hati dengan tuan rumah.
Kucing si Nicko dan temannya yang menggemaskan itu, lagi-lagi ibu terpaksa harus mencegah anak-anak. Hampir menangis si ibu, karena tentu saja si kucing harganya jauh lebih mahal, bahkan mungkin lebih mahal dari perabot di rumah yang tak seberapa.
Karena banyak dicegah, anak-anak mulai komplain, "Ibu, ayo pulang, bosan lho di sini. Nggak ngapa-ngapain." kata si Tengah
"Huhh, nggak ada yang menarik" kata si kakak Sulung.
Ibu pun mengerling pada ayah dg makna yang kurang lebih. "Sudah cukup kekacauan di rumah ini hari ini. Nggak enak hati dg tuan rumah. Kasihan juga dengan anak-anak, karena gerak mereka yang luar biasa jadi terbatas. Kalau di rumah kita sendiri sih mereka bebas. Toh rumah kita sudah didesain sederhana dan tidak pusing dengan kreatifitas mereka. Tanpa hiasan, tanpa taplak, cukup kursi kayu tanpa sofa karena mereka senang naik ke atasnya. Tanpa korden mahal karena anak-anak suka bermain sembunyi-sembunyian di baliknya. Mainan mereka adalah mainan yang boleh mereka gunakan sepuasnya. Majalah yang ada adalah majalah anak-anak yang boleh mereka balik-balik sampai kusut karena begitu serunya cerita kakak pada adiknya yang belum bisa membaca. Tanpa tanaman hias yang mahal yang hanya akan membuat ibu menyesal kalau kena lemparan bola mereka. Dan tanpa kucing pesek serupa 'Garfield' yang makanannya melebihi harga susu untuk gizi anak-anak. Cukuplah seekor kucing pincang di luar rumah yang sering diberi makan anak-anak lauk kepala ikan sisa makan mereka."
Ayah, ibu, dan anak-anak pun berpamitan diiringi permintaan maaf dari ayah dan ibu. Kami pun maklum karena di dalam rumah itu tidak pernah terlahir seorang anak. Jadi, anak-anak pun keluar dari rumah itu menuju kebebasan mereka sendiri. Maaf yan nak... tadi ibu dan ayah terpaksa..... sekarang kalian boleh berkreatifitas lagi....
Masuk melalui pagar tinggi yang selalu terkunci, belok ke kiri melewati kolam ikan dg jembatan batu buatan dan pancuran air yang indah dg bunyi gemericiknya. Sebuah kotak makanan ikan teronggok manis di cerukan kecil di pinggir kolam. Ikan-ikan warna merah emas berlenggak-lenggok manja, besar, sehat, dan menggemaskan. Sebuah tanaman rambat menjuntai-juntai, daunnya sebagian masuk ke air kolam
Di kiri kanan kolam adalah taman dengan bunga-bunga yg indah. Tanaman dalam pot terlihat daunnya begitu hijau, tanpa debu, tak terlihat daun yang kering maupun yang koyak-koyak. Sebuah botol tampak menyembul di salah satu pot bertuliskan 'nutrisi untuk daun tanaman hias'.
Di terasnya satu set tempat duduk yang nyaman dilengkapi tempat majalah unik berisikan majalah yang bertema desain rumah dan tanaman hias. Tak satupun dari majalah itu yang kusut atau lepas halamannya.
Masuk ke ruang tamu dengan shofa berbantal yang manis. Sebuah piano dan selembar kain ulos yang dipajang di atasnya dg manis. Meja pajangan dg benda berjajar-jajar : Sebuah telepon kuno unik dg tombol berputar, sebuah alat permainan 'dakon' dari logam berukir lengkap dg isiannya dari cangkang binatang laut, sepasang 'wayang golek' dengan baju warna-warni dan hiasan telinga yg bergoyang-goyang, dan satu set permainan angklung dari bambu dalam ukuran yang mungil.
Di atas karpet, seekor kucing berhidung pesek berbulu putih bersih yang sangat lembut dan matanya yang biru sedang bermalas-malasan. Seekor lagi yang berbulu belang putih dan keemasan sedang dipangku gadis pelayan rumah sambil mengeringkan bulunya dg hair dryer, rupanya si kucing usai mandi. Di dekatnya sebuah tempat makan bertuliskan 'Nicko' berdampingan dg kotak makan khusus kucing merek terkenal.
Dan inilah gambarannya ketika kedatangan tiga anak jagoan kami.
Anak-anak berlarian masuk melalui pagar. Pintu pagar ditutup kembali karena khawatir kucingnya melarikan diri keluar. Anak-anak berhamburan menuju kolam ikan. Satu orang memasukkan sandalnya ke air kolam, seorang anak lagi memain-mainkan air pancuran, seorang lagi hampir menuangkan seluruh isi makanan ikan ke dalam kolam, untunglah si ibu dg sigap menahan tangan si anak dan berbisik "Sudah ya sayang , jangan semuanya, ikannya nanti kekenyangan"
Anak-anak beralih lagi. Si Sulung dan si Tengah mengacak-acak papan informasi meteran listrik dan PDAM. Bermain tebak angka. Ayah merasa tidak enak, aduh tadi berapa angka terakhirnya ya, jangan-jangan petugas pencatatnya belum sempat datang, jadi tagihannya bulan ini bisa kacau dong.
Nah si kecil yang suka tanaman, mematut-matut tanaman di pot, tak lama kemudian memetik dan mengumpulkan daunnya! Beberapa malah koyak di tangkainya. Oh, my God. Padahal barusan si mbak mengelapnya pake susu.
Majalah dengan gambar warna-warni itu pun sangat menarik. Dan anak-anak sangat suka membolak-balik tentu saja dg kekuatan tangan mereka. Oh.. oh ... ibu memohon-mohon dengan sangat 'jangan sampai koyak ya, nak'
Mungkin bosan dg suara si ibu yang terus memohon-mohon, anak-anak beralih lagi. Nah giliran telepon antik itu yang jadi sasaran. Diputar-putar tombolnya dan berpura-pura saling menelepon satu sama lain. Bertanya-tanya terus pada ayahnya, ini bagian apa, ini untuk apa, cara kerjanya bagaimana, dst.
Ayah mengalihkan kegiatan dg acara 'main dakon' melawan kakak tertua. Awalnya seru, tapi karena permainannya hanya untuk 2 orang maka terjadilah insiden rebutan. Ayah dan ibu harus membujuk dan merayu masing-masing anak.
Tidak berhenti sampai di sini, wayang golek pun tak luput dari sasaran mereka. Tangan-tangan wayang di gerak-gerakkan meniru polah dalang. Bermain peran dan cerita khas anak-anak. Biasanya bagi kami sekeluarga kegiatan itu menarik. Tapi kalau yang dibuat main adalah koleksi wayang yang harganya bisa dipastikan tidak cocok dg kocek kami, dan dengan gerakan tangan anak-anak yang kadang mengkhawatirkan, maka ibu memilih menghentikan anak-anak.
Giliran angklung. Suara khas yang menarik, membuat anak-anak tertawa. Kakak yang sudah tahu notasi ingin menyanyikan sebuah lagu, sayangnya dikacaukan adik yang penasaran hanya ingin menggerak-gerakkan dan mendengar bunyinya saja. Kakak merasa terganggu, si adik nggak peduli sampai akhirnya .. gubraakkk... angklung roboh dan berserakan keluar dari tempat dudukannya. Ayah menyusun kembali sesuai urutan notasinya. Ibu berbisik-bisik memohon pada anak-anak untuk berhenti. oh... ooh ... ohh.. nggak enak hati dengan tuan rumah.
Kucing si Nicko dan temannya yang menggemaskan itu, lagi-lagi ibu terpaksa harus mencegah anak-anak. Hampir menangis si ibu, karena tentu saja si kucing harganya jauh lebih mahal, bahkan mungkin lebih mahal dari perabot di rumah yang tak seberapa.
Karena banyak dicegah, anak-anak mulai komplain, "Ibu, ayo pulang, bosan lho di sini. Nggak ngapa-ngapain." kata si Tengah
"Huhh, nggak ada yang menarik" kata si kakak Sulung.
Ibu pun mengerling pada ayah dg makna yang kurang lebih. "Sudah cukup kekacauan di rumah ini hari ini. Nggak enak hati dg tuan rumah. Kasihan juga dengan anak-anak, karena gerak mereka yang luar biasa jadi terbatas. Kalau di rumah kita sendiri sih mereka bebas. Toh rumah kita sudah didesain sederhana dan tidak pusing dengan kreatifitas mereka. Tanpa hiasan, tanpa taplak, cukup kursi kayu tanpa sofa karena mereka senang naik ke atasnya. Tanpa korden mahal karena anak-anak suka bermain sembunyi-sembunyian di baliknya. Mainan mereka adalah mainan yang boleh mereka gunakan sepuasnya. Majalah yang ada adalah majalah anak-anak yang boleh mereka balik-balik sampai kusut karena begitu serunya cerita kakak pada adiknya yang belum bisa membaca. Tanpa tanaman hias yang mahal yang hanya akan membuat ibu menyesal kalau kena lemparan bola mereka. Dan tanpa kucing pesek serupa 'Garfield' yang makanannya melebihi harga susu untuk gizi anak-anak. Cukuplah seekor kucing pincang di luar rumah yang sering diberi makan anak-anak lauk kepala ikan sisa makan mereka."
Ayah, ibu, dan anak-anak pun berpamitan diiringi permintaan maaf dari ayah dan ibu. Kami pun maklum karena di dalam rumah itu tidak pernah terlahir seorang anak. Jadi, anak-anak pun keluar dari rumah itu menuju kebebasan mereka sendiri. Maaf yan nak... tadi ibu dan ayah terpaksa..... sekarang kalian boleh berkreatifitas lagi....
No comments:
Post a Comment