Wednesday, October 6, 2010
Kids And The Rabbits
"Wah, akhirnya kita punya binatang peliharaan!" celetuk si kecil TK B sembari mengelus-elus dua kelinci putih di box. Ibu tersenyum getir hampir tidak yakin. Bagaimana memelihara kelinci di rumah mereka yang tidak punya pekarangan, khas rumah perumahan di kota?
Wajar saja kalau si kecil kelihatan girang karena selama ini keinginan mereka memelihara kucing atau ikan selalu berakhir dengan penolakan ibu,
"Nanti berak sembarangan"
"Tidak ada yang merawat, pekerjaan ibu sudah banyak"
"Siapa nanti yang bersihkan kolam? Ikan hias di toples beberapa bulan lalu akhirnya mati juga"
"Nggak ah, ujung-ujungnya nanti ibu juga yang repot"
Nah lo, seabrek alasan yang sangat bagus kan?
Tapi demi melihat kelinci-kelinci putih di peternakan yang amat sangat lucu .........
Penyayang Binatang itu ..
Bukankah ketika kecil si ibu adalah penyayang binatang? Ada sederet nama kucing seperti Manis, Telon, dan Lusi si putih berekor panjang dan bermata biru. Rasa sayang yang tidak tanggung-tanggung. Si Kucing setia mengantar ke sekolah, dan menunggu di ujung gang saat waktunya pulang.
Ada juga si Item yang suka menangkap ikan kutuk di pinggir kali, digigitnya lantas dibawa pulang ke rumah dan diletakkannya di dalam bak cuci piring. Mungkin si Item berharap majikan rumah memasakkan ikan itu untuknya makan nanti. Dan itulah yang terjadi ketika majikan kecil itu hampir setiap hari menemukan ikan di bak cuci dengan bekas gigitan.
Dan perlakuan yang sama bagi seluruh kucing-kucing yang setia itu adalah : Majikan kecil itu selalu mengajak mereka tidur di ranjang yang sama, bahkan tak jarang si kucing pun menumpang di atas perutnya. Sungguh menyenangkan ketika bulu kucing yang hangat itu berpadu dengan suara nafasnya yang 'ngkrook ... ngkroook' sepanjang malam.
Kucing bukanlah satu-satunya. Ayam pun bisa jadi piaraan yang setia. Saat ibu kecil sering menunggui induk ayam yang sedang mengerami telurnya. Setiap hari sampai saatnya menetas. Pernahkah anda memperhatikan step by step proses 'little chicken' yang 'lahir'?
Pertama ia akan mengetuk-ngetuk kulit cangkang dengan gerakan yang sangat halus. Paruh si jabang bayi ayam dilengkapi dengan perangkat seperti alat manikur di ujungnya sehingga dia bisa 'meng-kikir' cangkang sedikit demi sedikit (kelak setelah beberapa hari lahir alat itu akan terlepas dengan sendirinya). Hingga akhirnya ... woilaaa .. ada lubang kecil di salah satu bagian telur itu yang makin lama makin melebar.
Butuh hampir seharian bagi 'little chicken' sejak ia melubangi hingga akhirnya terbebas, namun cuma butuh sekian menit bagi majikan kecil itu untuk membantu dengan cara menguliti cangkang yang sudah mulai berlubang. Maka lahirlah si anak ayam yg masih gemetaran karena partus presipitatum (terlalu cepat lahir) lengkap dengan plasentanya. Okh, untunglah dia tetap bisa hidup dan besar. Dan anehnya ketika besar, si Jago berleher gundul itu begitu menurut dengan majikan kecilnya. Untuk menangkapnya cukup ulurkan tangan, ucapkan 'kurrr ... kurr ... kurrr' maka dia akan menyerahkan lehernya untuk dielus dan sekaligus tubuhnya ...
Sayang sekali justru ketika majikan kecil itu dewasa dan menjadi dokter dan menemukan hasil tes darah yang menunjukkan pernah infeksi toxoplasma ditambah lagi kehebohan virus H5N1 (Flu Burung) membuatnya menjauhi, sungguh-sungguh menjauhi (dan hampir membenci), kucing dan ayam.
Oh, sungguh tragis!
Ketika Anak -anak Meminta 'The Twin Rabbits' ...
Tak kuasa menolak. Kelinci putih yang chubby, mata binar yang lembut, dan bulu yang halus, ditingkahi gerakan hidungnya yang bergetar lucu.
Apalagi anak-anak terlihat sangat senang dan berharap, ayah keras mendukung, dan lagi bukankah tidak termasuk kucing dan ayam? Kalau saja tahu ada penyakit zoonosis nya yang berbahaya, ibu akan tetap menolak. Sayangnya alasan itu tidak ada.
Akhirnya 'The Twin Rabbits' resmi menjadi bagian keluarga dengan nama resmi pula: Si Jati dan Si Melati. Jati, karena di sekeliling peternakan asal mereka diteduhi dengan pohon jati. Dan Melati, karena di depan kandang mereka di peternakan tumbuh bunga melati yang sedang mekar.
Tetap saja aturan ibu ketat soal piaraan baru anak-anak. Setiap kali habis memegang kelinci, wajib cuci tangan dengan sabun antiseptik. Makanan setiap hari diganti baru dan tidak boleh dibiarkan ada yg membusuk. Setiap pagi kandang dibersihkan setelah itu disemprot klorin 0,1% (yang ini mungkin cukup keterlaluan). Kandang harus selalu terkena sinar matahari langsung. Dan, semua harus ikut bertanggung jawab merawat.
Jadilah setiap hari ibu jadi polisi yang menegakkan aturan-aturan itu. Mungkin kalau jadi orang yang tidak tahu dan awam, hidup akan lebih nyaman, ya.
Beda Anak, Beda Sikap
Soal cara anak-anak bersikap pada kelinci sangat signifikan perbedaannya.
Haris, the little, yang berjiwa halus dan penyayang, sangat suka mengelus dan terlihat terlibat secara emosional. Dia sangat berhati-hati agar si kelinci tidak merasa kesakitan, dia begitu perhatian bahkan pada panjang telinga yang tidak sama antar kelinci. Kadang ia perlu berbicara pada si kelinci dengan berbisik-bisik. Alasannya "Bu, telinga kelinci kan panjang, jadi kalau aku bicara sama dia sambil bisik-bisik aja dia sudah bisa dengar kan?"
Dan kalau ada saudara atau teman yang memegang kelinci dengan kasar atau berteriak-teriak di dekatnya, ia akan langsung menampakkan wajah tidak senang.
"Hei .. hei .. jangan berisik, jangan pegang-pegang, kelincinya sakit lo!"
Beda lagi dengan cara bersikap Hanif, The Professor, si anak sulung. Cenderung berfikir logis. Pada kelinci ia hanya memikirkan hal-hal yang rasional dan perfeksionis. Misalnya nih, dia yang paling ingat soal harus cuci tangan karena alasan kebersihan. Dia juga yang setiap pagi ribut soal menyemprot dengan klorin karena tidak ingin ada lahan subur untuk virus, bakteri, dan jamur.
Tapi dia juga yang paling tahu jenis makanan yang disukai kelinci.
"Ibu, ada makanan gak buat kelinci. Kelaparan tuh. Kasih buah sm sayur ya buk, kan dia juga butuh vitamin sama serat. Trus proteinnya dapat darimana, bu? Ibuk belikan pelet aja ya, mungkin perlu susu juga ya buat kalsiumnya ..."
"Haa... susu? Udah nif, carikan rumput aja. Nanti ibu kasih potongan-potongan sayur, nih di dapur ada banyak!" Hehe .. begitulah cara ibu 'ngeles' supaya tidak keluar ongkos banyak.
Dan yang cukup unik tentu saja sikap Hasan, si anak tengah, jagoan mainan dan game. Si anak gaul yang supel sekaligus si otak kanan.
Dia sesekali aja ikut bermain dengan kelinci. Pegang-pegang sebentar, menengok sesaat, dan berlompat-lompatan sendiri. Tapi dia juga yang 'woro-woro' ke beberapa temannya, mengundang mereka melihat kelinci. Bahkan ke tempat teman yang agak jauh ia harus bersepeda hanya untuk mengatakan kalau sekarang di rumahnya ada kelinci.
"Ibuk, berapa harga kelinci?"
"Kalau sudah besar bisa 125 ribu"
"Trus kelinci kita kapan besar?"
"Katanya sih kalau sudah berumur 6 bulan lebih"
"Nanti bisa punya anak ya buk"
"Iya, katanya sih 2 bulan lagi kelinci kita bisa beranak. Biasanya anaknya 4 sampai 10 ekor"
Hasan berpikir sebentar. Sejurus kemudian
"Wah, enak buk. Nanti kalau beranak 10 terus kalau sudah berumur 6 bulan kita jual seharga 125 ribu. Bisa buat beli PSP"
"Ya, kalau kamu mau beternak gitu ya harus ikut ngerawat. Jangan cuma menjual aja."
"Gini aja buk, kita bikin kandang yang lebih besar terus kita bikinkan permainan-permainan kelinci kayak kincir atau jungkat jungkit kayak yang di internet itu aku sudah download kok gambar-gambarnya. Trus nanti kalau orang-orang ada yang lihat disuruh bayar buk. Nanti aku yang jaga. Enak buk, bisa kaya kita"
Haaahh ... dasaaaar otak bisnis!
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment