Monday, November 14, 2011

Rumpi Dan Bohong Yang "Renyah"


NGERUMPI YUUUUKK !!!???

Ini kisah betapa renyah dan 'crunchy' nya ngerumpi.

KH. Rahman berkisah dalam sebuah forum pengajian, suatu kali dalam perjalanan Gresik-Surabaya bersama dua orang ibu-ibu yang kelihatannya berteman baik dan kebetulan bertemu dalam perjalanan yang sama.

"Eh, jeng, gimana kabar? Kok bawa-bawa ayam kentaki? Nggak masak sendiri to?" Sapa si Ibu pada temannya yang menenteng sebuah kotak bermerek makanan cepat saji terkenal.

"Yah, begitulah jeng, bapaknya anak-anak itu rewel banget soal makanan. Maunya makanan yang enak-enak, nggak mau masakan sendiri."

"Oh, gitu ya. Walah bapaknya anak-anak di rumah itu ... bla.... bla.... " obrolan dilanjutkan dengan 'ngerasani' suami masing-masing.

"Eh, jeng. Suami kayak gitu kan soalnya dulu kebanyakan dimanja ibuknya..."
"Oh bener banget jeng, mertua saya itu .... begini... begini... " obrolan dilanjutkan dengan 'ngerasani' mertua masing-masing.

"Jeng, kapan hari aku lewat kok jalan di depan rumahnya rusak gitu?"
"Yo ngono iku lo jeng, Pak RT sudah diprotes tapi...... bla... bla.... " obrolan dilanjutkan dengan 'ngerasani Pak RT sampe Pak Lurah, Pak Bupati, dan malahan presiden mulai Pak Harto, Megawati, sampe SBY.

"Sudah nyampe jeng, aku turun dulu, kapan-kapan ketemu lagi ya"

Tanpa terasa perjalanan 1 jam telah berhasil membicarakan begitu banyak orang.
Apalagi di jaman yang serba mudah ini. Nggak perlu ketemu kalau hanya ingin 'ngerumpi'. Mau BBM, Twitter, Facebook, it's so easy. Mau ngerumpiin bos, teman kerja, pejabat, sampe artis dan ustadz, gampang saja.

Mungkin bermula dari tanggapan atau respon terhadap sikap atau berita seseorang, tapi tetap saja, 'ngerumpi alias gosip alias ghibah' adalah membicarakan seseorang yang orang tersebut tidak suka jika mendengarnya.

Alasan diskusi? Wow kenapa bukan tema atau masalahnya saja yang didiskusikan dan dicari solusi yang benar?


Alasan 'ambil hikmah' atau pelajaran? Hmm, tidak perlu merujuk pada seseorang atau menyebut nama, kan? Dan tentu saja tidak perlu dibumbui 'SINIS'tis. Siapa yang mengulas hikmah, siapa yang akan mengambil pelajaran dan pelajaran apa yang akan diambil, sungguh harus dipikirkan masak-masak.

Sayangnya lidah itu begitu renyah dan punya ego yang begitu tinggi bila diingatkan orang lain.


BOHONG NGGAK NYADAR !!!

Yang ini contoh rekaan saja tentang betapa renyahnya berbohong.

Kalau ibu-ibu belanja di pasar tentu tawar menawar adalah hal biasa.

Ibu       : Pak berapa ini sekilo?
Penjual : Biasa bu, 8 ribu saja
Ibu       : Halah kok mahal, kemarin beli sekilo cuma enam setengah kok (bohong?)
Penjual : Ini sudah paling murah bu. Kalau segitu kulakannya saja nggak dapat. Rugi saya (bohong?)
Ibu       : Wong kecil-kecil gini lo, kemarin adik saya dapatnya besar-besar dan manis (bohong?)
Penjual : Ini jaminan manis semua bu, pokoknya top dah. Kualitas nomor satu (bohong?)

Masih banyak contoh-contoh lain yang seringkali spontan saja meluncur dari mulut kita soal kebohongan. Padahal satu kebohongan akan diikuti oleh kebohongan yang lain.

Hari gini kebohongan itu makin canggih, elegan dan mengesankan. Pencitraan terhadap suatu produk atau seseorang misalnya, minimal dengan menutup rapat kekurangannya dan melebih-lebihkan bahkan mengada-adakan kelebihannya.

Bagaimana dengan iklan bombastis? Iming-iming hidup sukses dengan cara mudah? Sangat sulit mengatakan kalau tidak ada bagian yang mengandung sedikitpun kebohongan disana.

Alasan marketing? Bahkan Rasulullah SAW berdagang dengan menginformasikan cacat atau kekurangan barang dagangannya.

Alasan bargaining agar konsumen tidak dikibuli? Jadi konsumen yang cerdas, kritis (beda dengan berbohong), dan kalau memang tidak cocok atau tidak berniat membeli tinggalkan saja tanpa harus mereka-reka alasan.

Kalau memang harus menawar ya ditawar saja sesuai perkiraan dan budget,  tidak perlu dengan berbohong atau mencela apalagi menyakitkan.

Mudah ataukah sulit?
Sulit ataukah mudah?

No comments:

Post a Comment

LOGO IDI

LOGO IDI

LOGO PEMDA GRESIK

LOGO PEMDA GRESIK