Thursday, December 2, 2010

Nasihat Seorang Suami: Awas! Itu Aurat. FACEBOOK


Masih terhitung pengantin baru ketika berjalan-jalan di Kebun Raya Bogor. Sang Istri menangkap fenomena menarik bertebaran di sepanjang alur jalan yg mereka lalui. Berpasang-pasang muda-mudi dengan berbagai pose. Ada yang duduk berduaan dan saling menggenggam tangan, ada yang berjalan sembari berpelukan, dan ada yang menyendiri jauh ke dalam naungan pepohonan besar.

Sang Istri menunjuk ke suatu arah.
"Lihat tuh, mas"
Dua sejoli sedang duduk di dekat pepohonan kaktus raksasa. Posisi mereka membelakangi jalan. Sebuah jaket kulit hitam ditempatkan sedemikian rupa sehingga menutupi seluruh kepala dan sebagian badan mereka. Jadi dari jalanan hanya terlihat sebuah jaket dengan dua pasang badan dan kaki lelaki perempuan yang menjulur di bawahnya.
"Sedang ngapain mereka, ya" ujar Sang Istri penuh rasa ingin tahu.
"Ah, sayang. Kita punya tempat dimana kita bisa melakukan apa saja. Tunggulah ketika kita pulang nanti," jawab Sang Suami.
"Tapi kenapa mereka melakukan di sini? Tidakkah malu?" Kembali Sang Istri mengurai tanya.
"Itulah perbedaan kita dan mereka yang belum menikah. Ketika berada di luar rumah, mereka mencuri-curi waktu dan kesempatan. Sedangkan bagi kita kesempatan itu datang dengan sendirinya, kita mau apa saja ada saatnya. Tak perlu mencuri dan mencari-cari. Bukankah demikian?" Sang Suami menatap dan tersenyum penuh makna.

Mereka melanjutkan perjalanan. Sang Istri masih ingin memuaskan hatinya yang penasaran.
"Mas, bukankah kita suami istri. Kalau kita berpelukan, beradegan mesra, bahkan berciuman, harusnya tidak apa-apa kan?"
"Maksud adik, seperti orang-orang barat itu? Di jalan, di Mall, dimana-mana?"
"Ng, nggak persis lah, mereka kan tidak selalu dengan suami atau istrinya."
Sang Suami mengajak Sang Istri duduk menempati kursi yang baru saja ditinggalkan oleh sepasang remaja lima belas tahunan.

"Dik, kemesraan itu termasuk bagian dari aurat. Meskipun kita suami istri, kita tidak boleh menampakkan kemesraan yang berlebihan di muka umum. Kita bisa melakukannya sepuas-puasnya di rumah kita. Kenapa harus kita tunjukkan di jalanan? Apa tujuannya?"
Sang Istri menghela nafas. Hmm, apa ya tujuannya? Pamerkah? Beberapa balon kemungkinan berputar-putar di atas kepalanya.

"Satu hal lagi. Pernahkah adik berpikir, ketika sepasang suami istri bermesraan di tempat umum sementara di sana ada juga anak-anak yang menginjak remaja, anak SMA, dan orang yang belum menikah. Sementara para remaja itu mulai berkembang rasa penasarannya, mulai berkembang pula hasratnya, dan pastilah sangat sensitif dengan stimulus apapun yang diterimanya. Maka bisa jadi apa yang mereka lihat atas pasangan suami istri itu menimbulkan gejolak keinginan, dan bisa saja menjadi pemicu mereka mencari-cari penyaluran yang tak semestinyam bukan?" Sang Suami menggelembungkan sebuah balon realitas.

"Kalau saja adik tahu, ketika aku masih belum menikah. Suatu saat aku melihat seorang wanita bersandar di bahu pasangannya dalam sebuah angkutan umum di hadapanku, tahukah adik betapa tersiksanya hatiku oleh desiran perasaan?"

"Oh, benarkah itu? Bagaimana bisa?" Sang Istri takjub membelalakkan mata.

"Tentu saja sayang. Hasrat lelaki lebih mudah terpicu. Apalagi dalam usia muda atau remaja yang sedang dalam puncak perkembangan."

Hm, that's a normal thing tapi jarang orang yang mempedulikan. Gumam Sang Istri jauh di lubuk hati.

"Tapi bagaimana dengan ini?" Sang Istri mengangkat tangannya yang sedang digandeng Sang Suami.
"Okh, asal tidak berlebihan, kan. Dan satu alasan utama adalah, aku tidak ingin kehilangan istriku di tengah kerumunan manusia dan keramaian seperti ini" Sang Suami mengedarkan pandangan ke sekeliling, orang-orang ramai dalam situasi hari libur ini.

(Bertahun-tahun kemudian ketika mereka berdua berhaji, Tak sedetikpun Sang Suami melepaskan gandengan tangannya. Tentu saja karena Sang Suami tak ingin Sang Istri tertelan lautan manusia sedunia)

JALAN RAYA FACEBOOK

Dan pada tahun-tahun dimana sebuah jaringan sosial lewat dunia maya begitu berkembang. FACEBOOK, hampir semua orang memiliki akunnya. Bertemu dan mengetahui kabar teman-teman lama sungguh menyenangkan.

Dan seperti halnya tekhnologi lain, Facebook bisa menjadi pisau bermata dua. Mana bagian yang bermanfaat dan mana yang bisa menikam, perlu sebuah kebijaksanaan untuk menggunakannya.

Ketika Sang Istri akhirnya membuat akun Facebook, sebuah rambu-rambu besar mulai didiskusikan.

"Sayang, selalu ingatlah! Facebook itu seperti JALAN RAYA. Sedang akun-akun itu seperti etalase yang berjajar-jajar di sepanjang sisinya. Kita harus benar-benar memilih, mana yang hendak dipajang dan diperlihatkan disana." Nasihat Sang Suami suatu kali.


"Jangan kita terjebak dengan arus hingga lupa dengan batas-batas aurat dalam rumah kita" lanjut Sang Suami.

 "Aurat dalam rumah kita, maksudnya rahasia rumah tanggakah itu?" Tanya Sang Istri 

"Sayangku, cobalah merenung bersama. Rumah kita berpintu dan berpagar. Ada juga tirai di dalamnya. Dalam adab muslim, seorang tamu harus pergi dari rumah kita bila tiga kali salam dan ketukannya tidak berhasil membuat pintu rumah terbuka. Bahkan seorang tamu sebelum dipersilakan tidak boleh mengintip atau melongok ke dalam rumah kita."

"Ya, aku tahu. Bahkan anak-anak kita pun harus meminta ijin masuk ke dalam kamar pada 3 waktu, sebelum Shubuh, sesudah Dhuhur, dan setelah Isya', karena pada saat itu banyak aurat yang terbuka" Sang Istri pun menimpali.

"Ya, dengan akun-akun itu, maka kita seperti menyingkap tirai dan pintu dalam rumah kita sendiri, tanpa ketukan pintu dan tanpa kita keluar dari dalam dinding kamar"

"Oh, Astaghfirullah! Benar sekali katamu suamiku. Bahkan setiap orang dapat melongok masakan hari ini, atau bahkan kebiasaan para suami"

Sang Istri mengatupkan jemari di mulutnya, menyadari beberapa tulisan status yang pernah dibacanya, atau yang tak sadar mungkin pernah ia goreskan pula.

"Dan berhati-hatilah jangan sampai orang lain berandai-andai dan membayangkan apa yang terjadi dalam rumah kita, bahkan di balik dinding kamar kita. Termasuk kemesraan dan kebiasaan pasangan suami istri. Sungguh aku suamimu, tidaklah rela jika setiap orang tahu segala hal tentang kita dan dalam rumah kita.
Ingatlah kembali apa tujuan engkau berbagi cerita. Berbagi ilmu, berbagi info, saling mengingatkan, ataukah sekedar pamer? Atau bahkan mencela orang lain?" Ujar Sang Suami lembut mengurai.

"Astaghfirullah! Semoga Allah selalu menuntun dalam kebaikan pada setiap tuts keyboard yang aku tekan ini"

"Amin..." Berdua mereka tenggelam dalam perenungan yang dalam.

No comments:

Post a Comment

LOGO IDI

LOGO IDI

LOGO PEMDA GRESIK

LOGO PEMDA GRESIK