Mbah Senok alias Mbah Nok tergopoh-gopoh kembali menuju rumahnya. Saat itu Jum'at 2 hari menjelang Ramadhan 1430 H. Rukuhnya yang setengah lusuh karena tidak pernah tersentuh setrika merek apapun berkibar-kibar saat ia menyusuri jalan yang menghubungkan masjid dan rumahnya. Memang rumahnya hanya 150 meter di belakang masjid desa. Pak Nas yang hendak menuju masjid untuk shalat Jum'at berpapasan dengannya dan menyapa heran "Ada apa Mbah Nok kok kembali ?"."Eh, iya anu Pak Guru uang buat ngisi kaleng saya ketinggalan. Saya mau ambil dulu.." Pak Nas alias Pak Guru Nas , begitu setiap orang memanggilnya, mafhum adanya, beliau tahu meskipun Mbah Nok adalah janda miskin namun tetangganya itu selalu istiqomah berinfak setiap Jum'at meski 'cuma' lima ratus rupiah.
Pak Nas pun melanjutkan langkahnya menuju masjid, tertatih-tatih karena lutut kanannya bekas operasi 4 bulan lalu. Sampai menjelang khatib naik mimbar Jama'ah putri di bagian belakang gaduh dan menjerit-jerit. Para lelaki pun berhamburan melihat apa yang terjadi. Pak Nas melongok lewat sekat yang memisahkan Jama'ah putri dan putra. Mbah Nok dalam shalat Tahiyatal Masjid ambruk saat sujud dan menghembuskan nafas terakhir. Subhanallah, Pak Nas pun tiada pernah lupa kisah perjalanan hidup Mbah Nok.
Berpuluh tahun yang lalu Mbah Nok sejak kecil hidup dalam kemelaratan. Ketika menikah pun bukan kebahagiaan dunia yang ia dapatkan. Suami yang melarat dan mati muda meninggalkan satu anak lelaki yang harus dihidupinya. Saat itu kefakirannya amat dekat dengan kekufuran. Belum ada cahaya iman dalam hati. Hingga ia masuk dalam lingkaran gerakan separatis organisasi komunis terlarang, meskipun barangkali ia tak faham betul dan hanya ikut-ikutan. Saat itulah suaminya terbunuh dalam operasi menumpas gerakan itu di desanya.
Dan kehidupannya sebagai janda yang bermasa depan suram pun dimulai. Tertatih-tatih.. terseok-seok...
Syukurnya upaya rehabilitasi dari ulama setempat sekelas Mbah Haji Mabruri mulai menerangi hatinya. Mbah Nok pun rajin mengikuti pengajian, mulai menginjak masjid, dan ketaatannya pada setiap apa yang disampaikan Mbah Haji membawanya pada sebuah kehidupan baru. Sampai Mbah Haji meninggal dan masuk pada generasi Pak Nas, Mbah Nok tetap 'ngawula' untuk selalu mendapatkan bimbingan dalam kehidupannya.
Hingga ketika akhirnya Mbah Nok meninggal dunia seluruh tetangga terharu dan terenyuh melihat akhir hidupnya yang Insya Allah Husnul Khotimah.
No comments:
Post a Comment